sinopsis manajemen perpustakaan digital

Banyumili Travel
Senin, 25 Maret 2024


Manajemen Perpustakaan Konvensional
Masalah utama yang di hadapi bangsa kita, khususnya dalam bidang pendidikan dalam menghadapi era globalisasi (terutama pasar global) adalah rendahnya tingkat kualitas sumberdaya manusia. Kecenderungan ini menuntut kita agar lebih proaktif dalam meningkatkan profesionalime tenaga kerja dalam bidang pendidikan (pustakawan). Hanya dengan tingkat kemampuan profesionalisme yang handal, dapat mempengaruhi budaya pendidikan dari menejemen sumberdaya manusia yang tradisonal menuju menejemen yang lebih modern.
Pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas di Indonesia bukanlah persoalan mudah dan jangka pendek, melainkan persoalan pelik dan jangka penjang. Oleh karena itu, baik SDM perpustakaan maupun masyarakat dan pemerintah harus bersinergi dan berkomitmen untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu profesionalitas SDM perpustakaan. Hal ini harus dilakukan secara berkelanjutan, tidak boleh hanya sekali jadi, karena profesionalitas terus berkembang, tidak pernah mengenal kata berhenti. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia adalah pengembangan minat baca dan kebiasaan membaca. Perpustakaan diharapkan sebagai pusat kegiatan pengembangan minat baca dan kebiasaan membaca. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut dengan cara manajemen perpustakaan dengan baik.
Kaitannya dengan manajemen, dahulu kala manajemen digunakan dalam istilah bisnis, akan tetapi dewasa ini kata manajemen seringkali digunakan dalam istilah pendidikan (manajemen pendidikan). Dari sini saya ingin menguraikan manajemen sekolah yang lebih sempit (baca perpustakaan).
Kata manajemen telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dan telah menjadi bahan pencaturan sehari-hari. Banyak orang yang menyatakannya dalam makna yang tepat tapi banyak pula orang yang menyatakannya tanpa tahu makna apa sebenarnya kata manajemen tersebut. Secara ringkas dapat dikatakan manajemen adalah ilmu dan seni meramu sumberdaya organisasi sehingga bisa dicapai hasil yang semaksimal mungkin.
Manajemen disebut sebagai ilmu, sebab manajemen memang bisa dipelajari, diteliti, dan dilakukan secara ilmiah. Hanya saja gaya seseorang dalam melakukan manajemen tidak sama dengan orang lain, misalnya: resep rawon, sate, pecel, dan sebagainya pasti mengandung bahan-bahan sehingga masakan tersebut bisa disebut rawon, sate atau pecel. Akan tetapi rawon nguling akan berbeda dengan rawon masakan kita sendiri. Itulah barangkali yang disebut dengan manajemen sebagai suatu seni.
Dalam kaitannya dengan perpustakaan, maka bisa dikatakan bahwa manajemen perpustakaan yang dilakukan oleh sebuah lembaga akan berbeda dengan lembaga yang lain, namun tetap ada ciri-ciri utama yang sama yang bisa membuat manajemen perpustakaan berhasil.
Kelemahan umum kita dalam mengelola organisasi adalah terlalu banyak seninya dibanding dengan ilmunya, sehingga gaya manajemen yang dilakukan bersifat mencoba-coba (trial and eror).
Kelemahan kedua, adalah penerapan manajemen “gotong royong” artinya semua orang melakukan semua pekerjaan, tidak ada pembagian kerja yang tegas dan jelas, sehingga proses manajemen tidak berlangsung secara efektif dan efisien. Bahkan sering terjadi benturan antara satu unit dengan unit lainnya, sehingga menyebabkan pendayagunaan sumberdaya organisasi tidak secara sinergis dan banyak pemborosan. Dalam hal ini yang terjadi adalah sama-sama bekerja, tetapi bukan kerjasama.
Kelemahan ketiga adalah gaya manajemen “tukang cukur”, yaitu satu orang melakukan semua pekerjaan, mulai dari membuka kios, menyapu, memotong rambut, menutup kios, dan mengelola keuangan sekaligus. Dalam organisasi banyak orang yang “merasa” dirinya mampu dalam segala hal (ngabehi) dan tidak memberikan porsi pekerjaan kepada orang lain. Akibatnya organisasi yang semestinya dapat menjalankan beban pekerjaan yang lebih banyak, justru tidak dapat melakukan pekerjaan karena tersentralisasi di tangan beberapa orang saja, sedang yang lain justru kurang pekerjaan.
Kelemahan lain adalah manajemen “sungkanisme”, yaitu suatu manajemen yang tidak asertif. Budaya sungkan (segan) menegur kesalahan teman dan budaya marah kalau ditegur teman membuat organisasi berjalan kesana-kemari tak tentu arah, sehingga tak bisa mencapai tujuan yang dikehendaki.
Atas dasar kelemahan-kelemahan umum (termasuk dalam mengelola perpustakaan) tersebut diatas, marilah kita bahas bersama “sekilas tentang manajemen perpustakaan”.
Memanage atau mengelola perpustakaan artinya mengatur agar seluruh potensi perpustakaan berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapainya tujuan perpustakaan. Jadi kepala perpustakaan mengatur agar konsumen dan staf lainnya mau bekerja secara optimal, dengan mendayagunakan sarana/prasarana yang dimiliki serta potensi masyarakat demi mendukung ketercapaian tujuan perpustakaan.
Agar manajemen suatu organisasi bisa berjalan dengan berhasil, paling tidak ada 4 (empat) unsur pokok manajemen yang harus dilakukan, yaitu: (1) perencanaan/ planning; (2) organisasian/ organizing; (3) pelaksanaan/ actuating; dan (4) pengendalian/ controlling. Keempat unsur tersebut sering disingkat POAC, yaitu singkatan dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling.

Peran dan Fungsi Perpustakaan
Perpustakaan bertujuan memberi bantuan bahan pustaka yang diperlukan oleh para pemakai. Tujuan perpustakaan sekolah adalah sebagai berikut: (1) agar timbul kecintaan terhadap membaca, memupuk kesadaran membaca dan menanamkan kebiasaan membaca, (2) membimbing dan mempercepat penguasaan teknik membaca, (3) memperluas dan memperdalam pengalaman belajar, (4) membantu perkembangan percapakan bahasa dan daya pikir murid, (5) dapat menggunakan dan memelihara bahan pustaka secara baik, (6) memberikan dasar-dasar kemampuan penelusuran informasi, dan (7) memberikan dasar-dasar kemampuan ke arah studi sendiri.
Selain itu, tujuan perpustakaan sekolah juga untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar di sekolah yang bersangkutan. perpustakaan sekolah memiliki peran penting dalam memacu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Dengan demikian perpustakaan sekolah merupakan suatu unit kerja dari sebuah lembaga persekolahan yang berupa tempat menyimpan koleksi bahan pustaka penunjang proses pendidikan yang diatur secara sistematis. tujuannya adalah untuk digunakan secara berkesinambungan sebagai sumber informasi untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan baik oleh guru, siswa maupun warga sekolah.
Keberadaan perpustakaan sekolah juga memiliki manfaat. Secara rinci manfaat perpustakaan sekolah, baik yang diselenggarakan di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi sebagaimana dikemukakan oleh Bafadal, adalah sebagai berikut.
1. Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan kecintaan murid-murid terhadap membaca.
2. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya pengalaman belajar murid-murid.
3. Perpustakaan sekolah dapat menanamkan kebiasaan membaca.
4. Perpustakaan sekolah dapat mempercepat penguasaan teknik membaca.
5. Perpustakaan sekolah dapat melatih murid-murid ke arah tanggung jawab.
6. Perpustakaan sekolah dapat memperlancar murid-murid dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
7. Perpustakan sekolah dapat membantu guru-guru menemukan sumber-sumber pengajaran.
8. Perpustakaan sekolah dapat membantu murid-murid, guru-guru, dan anggota staf sekolah dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jika dikaitkan dengan segi pelayanan, perpustakaan tidak hanya terbatas di ruangan atau gedung saja, tetapi juga pelayanan sampai pada tingkat kelas. Secara umum tujuan perpustakaan sebagai fungsi pelayanan adalah sebagai berikut:
1. Memupuk kegemaran dan kebiasaan membaca.
2. Membantu mengembangkan ketrampilan berbahasa baik bahasa sendri maupun bahasa lainnya.
3. Membantu anak didik mengembangkan minat, bakat, serta kegemaran
4. Membantu anak didik agar dapat menggunaan dan memanfaatkan bahan-bahan pustaka secara baik.
5. Membimbing anak didik untuk belajar bagaimana menggunakan dan memanfaatkan perpustakaan secara efektif dan efisien terutama dalam menelusuri bahan pustaka yang diinginkan.
Sedangkan menurut Andoyo, tujuan perpustakaan sekolah adalah membantu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan serta nilai dan sikap hidup siswa dan guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Sumpeno, menyatakan bahwa fungsi perpustakaan adalah sebagai berikut: (1) fungsi informasi, (2) fungsi pendidikan, (3) fungsi administrasi, (4) fungsi rekreatif, (5) fungsi sosial, dan (6) fungsi riset.
Perpustakaan sekolah menyediakan berbagai informasi yang meliputi bahan tercetak, terekam maupun koleksi lainnya agar siswa dapat:
1. Mengambil berbagai ide dari buku yang ditulis oleh para ahli dari berbagai bidang ilmu.
2. Menumbuhkan rasa percaya diri dalam menyerap informasi dalam berbagai bidang serta mempunyai kesempatan untuk dapat memilih informasi yang layak yang sesuai dengan kebutuhannya.
3. Memperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi yang tersedia di peprustakaan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Memperoleh informasi yang tersedia di perpustakaan untuk memmecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Pendapat serupa juga dikemukan oleh Darmono, bahwa perpustakaan sekolah sangat diperlukan keberadaannya dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Perpustakaan merupakan sumber belajar.
2. Merupakan salah satu komponen sistem instruksional.
3. Sumber untuk penunjang peningkatan kualitas dan pembelajaran
4. Sebagai laboratorium belajar yang memungkinkan peserta didik dapat mempertajam dan memperluas kemampuan untuk membaca, menulis, berpikir dan berkomunikasi.
Dalam kaitannya dengan sumber belajar, maka perpustakaan merupakan salah satu dari beberapa sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah. Secara organisatoris persekolahan, perpustakaan cenderung berada di bawah koordinasi pusat suber belajar (PSB) yang dikoordinatori oleh koordinator PSB. Namun demikian, ada juga perpustakaan sekolah yang secara langsung berada di bawah kepala sekolah sebagai badan otonom dan bertanggungjawab langsung kepada kepala sekolah.
Model yang kedua di atas, umumnya dikembangkan oleh sekolah yang mengerti dan sadar betul akan pentingnya peran dan fungsi perpustakaan. Mengingat, dengan berada dibawah komando langsung pemegang kebijakan di tingkat satuan pendidikan sehingga secara operasional manajemen lebih baik, penambahan koleksi, dan pengembangan perpustakaan jauh lebih terarah daripada berada di bawah koordinasi Pusat Sumber Belajar (PSB). Namun demikian, kedua model di atas tidak terjadi perbedaan yang menyolok, baik dari segi aktifitas maupun pengembangannya, dengan catatan bahwa perpustakaan harus dikelola secara proporsional dan sistem manajerial yang handal.

Perpustakaan Ideal
Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari suatu badan atau lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan berupa buku (non book material) yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh setiap pemakainya. Sedangkan Soetopo (2002), mengatakan perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang diselenggarakan di sekolah yang bermaksud menunjang program belajar mengajar di lembaga pendidikan formal. Perpustakaan adalah suatu unit kerja yang menyelenggarakan pengumpulan, penyimpanan dan pemeliharaan berbagai jenis bahan pustaka, dikelola secara sistematis untuk digunakan sebagai informasi bagi pemakai perpustakaan.
Sebagai salah satu unsur penunjang dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah adalah perpustakaan sekolah. Perpustakaan adalah salah satu lembaga pendidikan non formal merupakan pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan dan teknologi, rekreasi serta pelestarian khasanah budaya bangsa.
Banyak sekolah yang masih belum mempunyai perpustakaan dan ada sebagaian yang kondisinya sangat menyedihkan. Perkembangan perpustakaan belum optimal dikarenakan faktor dana, membaca belum membudaya di kalangan masyarakat Indonesia serta tenaga perpustakaan yang kurang kompeten di bidangnya. Namun demikian, harus diakui bahwa profesi pustakawan belum sepenuhnya diakui oleh masyarakat karena mereka secara langsung belum mendapatkan manfaat dan jasa dari pustakawan secara optimal.
Kebijakan pemerintah tersebut tidak diiringi pengawasan terhadap kinerja pustakawan, sehingga berdampak pada kinerja, mutu dan kualitas pustakwan semakin berkurang dan cenderung menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya peningkatan mutu dan kualitas pustakawan dengan jalan mengadakan seminar, diskusi, pelatihan, dan pendidikan bagi pustakawan.
Pembinaan dan pengembangan sumber daya Manusia (pustakawan) sebagai upaya untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan perpustakaan untuk saling tukar informasi serta pengembangan kemampuan dan kreatifitas antara para peserta. Disamping itu pembinaan ini juga dimaksudkan untuk menciptakan kesamaan pandang akan pentingnya fungsi perpustakaan. Diantara fungsi perpustakaan adalah sebagai penyimpan, pendidikan, penelitian, informasi, dan rekreasi kultural.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia adalah pengembangan minat baca dan kebiasaan membaca. Perpustakaan diharapkan sebagai pusat kegiatan pengembangan minat baca dan kebiasaan membaca, sehingga semakin disadari bahwa masyarakat gemar membaca (reading society) merupakan persyaratan dalam mewujudkan masyarakat gemar belajar (learning society) yang merupakan salah satu ciri masyarakat maju dan beradab.
Menurut Soetopo, perpustakaan yang ideal harus memenuhi pedoman-pedoman diantaranya adalah lokasi, tata ruang, administrasi, pelayanan terhadap anggotanya dan koleksi buku-buku perpustakaan. Sedangkan menurut Rachmananta, perpustakaan dikatakan ideal apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a). Berani memantapkan keberadaan lembaga perpustakaan sesuai dengan jenisnya
b). Selalu meningkatkan mutu melalui pelatihan-pelatihan bagi tenaga pustakawan
c). Melakukan promosi dan menyelenggarakan jaringan kerja sama baik dalam negeri maupun luar negeri
d). Melakukan upaya-upaya pengembangan dan pembinaan perpustakaan terus menerus dari segi sistem menejemen dan teknis operasional.
Standar perpustakaan sekolah sangat berhubungan erat dengan keadaan sekolah yang memiliki program pendidikan dan pengajaran. Setiap negara menentukan syarat-sayarat ataupun patokan yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan kegiatan perpustakaan.

Perpustakaan Sebagai Pusat Pengembangan Membaca
Salah satu upaya pengembangan minat dan kegemaran membaca adalah dengan adanya distribusi buku. buku merupakan salah satu syarat mutlak yang diperlukan untuk pengembangan program ini, khususnya bagi anak-anak kecil yang tentunya belum begitu banyak mengenal teknologi informasi. Artinya, bahwa fungsi buku memberikan tempat tersendiri bagi perkembangan anak.hal inilah yang kemudian berimplikasi pada semakin maraknya industri perbukuan/penerbit di Indonesia secara khusus dan dunia perbukuan secara global.
Industri perbukuan yang dikemukakakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Wardiman Djojonegoro yang dikutip oleh Paembonan, bahwa ada 4 (empat) pilar utama yang ada dalam industri perbukuan. 4 pilar utama tersebut, yaitu: (1) pengarang, (2) penerbit (maupun percetakan), (3) distributor, dan (4) konsumen.
Konsumen
Industri Perbukuan
Penerbit
Distributor
Pengarang

Gambar Empat pilar utama dalam industri perbukuan

Berangkat dari keempat pilar tersebut kemudian dielaborasi menjadi beberapa varian yang mendukung perkembangan industri perbukuan. Pertama, pengarang merupakan pilar utama yang harus ada dalam penggalakkan industri perbukuan. Penggalakkan upaya pengembangan dan perkembangan perbukuan nasional diharapkan adanya adanya pengarang/penulis berbakat dan hasil karya yang berupa buku-buku yang berkualitas, jurnal, dan semisalnya. Sehingga memberi peluang kepada penulis-penulis ataupun pengarang-pengarang untuk mengembangkan potensinya.
Kedua, selain adanya pengarang juga dibutuhkan adanya penerbit yang bersinergi dengan pengarang. Pengarang menghasilkan karya, sedangkan penerbit berfungs menerbitkan hasil karya pengarang. Namun tidak dapat dinafikan, sulitnya pengarag menembus ketatnya persaingan dalam menerbitkan karya, mengindikasikan bahwa hanya karya-karya bermutu dan berkualitas sajalah yang layak terbit. Sehingga, dibutuhkan suatu wahana untuk memuluskan hasil karya anak bangsa ini misalnya ditelorkannya kebijakan pemerintah menerbitkan karya tersebut walaupun hanya sekedar sebagai prototif buku-buku “drop-dropan” dari pemerintah dengan catatan karya tersebut sesuai dengan budaya, corak, dan kebutuhan sekolah penerima.
Ketiga, distributor ini merupakan kepanjangan tangan dari penerbit dan pengarang untuk mendistribusikan hasil terbitan penerbit yang bersangkutan. Dan keempat, adalah konsumen yang menjadi objek dalam pengembangan dan perkembangan industri perbukuan. Konsumen membeli buku-buku yang mereka perlukan. Jika anak sudah dbiasakan membaca di usia dini, maka sudah barang tentu ide besar Wardiman Djojonegoro akan menjadi sebuah kenyataan.

Managemen Perpustakaan Digital
Perpustakaan sekolah mempunyai tanggungjawab yang besar terhadap peningkatan dan pengembangan minat dan kegemaran membaca, baik itu untuk peserta didik ataupun guru maupun karyawan yang menginginkan informasi dari perpustakaan. Hal ini dilatari oleh peran dan fungsi perpustakaan sebagai pusat pengembangan minat baca.
Perkembangan informasi global semakin tampak dirasakan oleh masyarakat, baik dalam kebutuhan barang, layanan maupun jasa. Kebutuhan akan layanan yang prima tentunya membutuhkan suatu manajemen dan perangkat yang berkelas. Dan salah satu alternatif yang saat ini lagi menjadi komoditi publik adalah berkembangnya penggunaan teknologi informasi yang bersinergi dengan operasional manajemen perpustakaan.
Teknologi informasi mampu menyalurkan data dalam jumlah sangat besar dan waktu sangat cepat berupa data berbentuk suara, gambar, dan teks, atau data dalam multimedia. Erat kaitannya dengan hubungan kerja sama yang saling dapat memanfaatkan sumber daya tadi, maka terhadap adanya pendapat bahwa pusat studi harus didukung oleh perpustakaan yang djadikan sebagai pusat pengembangan, hal tersebut dapat diartikaN sebagai sekolah tidak harus mempunyai perpustakaan sendiri di mana sekolah berada.
Hal tersebut yang dikemukakan di muka tidak lebih karena jamannya sudah lain, mengingat jaman sekarang juga disebut dengan “The Age of Networked Intelligence”, yang dibackup oleh jaringan informasi modern sehingga segala urusan dapat dilakukan tanpa harus berada ditempat kegiatan dilaksanakan.
Selain menggagas tentang kemungkinan pengembangannya ke depan, maka untuk menghindari kemungkinan terjadinya salah tafsir terhadap kemungkinan-kemungkinan itu sejak sekarang telah diantisipasi beberapa alternatif antara lain yang terkait dengan keberadaan perpustakaan. Sudah selayaknya kalau ada pihak yang mendapat manfaat, pihak itu juga harus membantu kelangsungan keberadaannya. Seperti untuk melakksanakan fungsi pusat studi, perpustakaan ini tidak dapat bekerja sendiri, atau mengandalkan kekuatan sendiri. Karena itu jalinan kerjasama antara berbagai pihak secara sinergis merupakan keharusan, terlebih lagi dalam rangka berbagi pemanfaatan sumber daya. Karena itu masyarakat ilmu pengetahuan dunia juga diharapkan akan memberikan bantuan terhadap keberadaannya. Dengan demikian, maka himbauan kepada semua fihak untuk memberikan dukungan dan bantuan, bukan saja pada tahap pembangunannya tetapi juga pada tahap operasi seterusnya, menjadi sangat memenuhi syarat-syarat kepatutan perpustakaan secara universal.
Beberapa hal yang mendasari pemikiran tentang perlunya dilakukannya digitasi perpustakaan adalah sebagai berikut:
a). Perkembangan teknologi informasi di Komputer semakin membuka peluang-peluang baru bagi pengembangan teknologi informasi perpustakaan yang murah dan mudah diimplementasikan oleh perpustakaan di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini teknologi informasi sudah menjadi keharusan bagi perpustakaan di Indonesia, terlebih untuk mengahadapi tuntutan kebutuhan bangsa Indonesia sebuah masyarakat yang berbasis pengetahuan – terhadap informasi di masa mendatang.
b). Perpustakaan sebagai lembaga edukatif, informatif, preservatif dan rekreatif yang diterjemahkan sebagai bagian aktifitas ilmiah, tempat penelitian, tempat pencarian data/informasi yang otentik, tempat menyimpan, tempat penyelenggaraan seminar dan diskusi ilmiah, tempat rekreasi edukatif, dan kontemplatif bagi masyarakat luas. Maka perlu didukung dengan sistem teknologi informasi masa kini dan masa yang akan datang yang sesuai kebutuhan untuk mengakomodir aktifitas tersebut, sehingga informasi dari seluruh koleksi yang ada dapat diakses oleh berbagai pihak yang membutuhkannya dari dalam maupun luar negeri.
c). Dengan fasilitas digitasi perpustakaan, maka koleksi-koleksi yang ada dapat dibaca/dimanfaatkan oleh masyarakat luas baik di Indonesia, maupun dunia internasional.
d). Volume pekerjaan perpustakaan yang akan mengelola puluhan ribu hingga ratusan ribu, bahkan bisa jutaan koleksi, dengan layanan mencakup masyarakat sekolah (peserta didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat luas), sehingga perlu didukung dengan sistem otomasi yang futuristik (punya jangkauan kedepan), sehingga selalu dapat mempertahanan layanan yang prima.
e). Saat ini sudah banyak perpustakaan, khususnya di perguruan tinggi dengan kemampuan dan inisiatifnya sendiri telah merintis pengembangan teknologi informasi dengan mendigitasi perpustakaan (digital library) dan library automation yang saat ini sudah mampu membuat Jaringan Perpustakaan Digital Nasional (Indonesian Digital Library Network).
f) Awal adanya perpustakaan digital di Indonesia adalah eksperimen sekelompok orang di perpustakaan pusat Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka memprakarsai Jaringan Perpustakaan Digital Indonesia bekerja sama dengan Computer Network Research Group (CNRG) dan Knowledge Management Research Group (KMRG). Proyek ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi, menumbuhkan semangat berbagi pengetahuan antar pendidikan tinggi dan lembaga penelitian melalui pengembangan jaringan nasional perpustakaan. Proyek kecil ini kemudian mendapat sambutan positif dari berbagai pihak sehingga marak. Perpustakaan yang beralamat di www.indonesiadln.org itu melibatkan seratus lembaga lebih untuk menjadi mitra dalam penyebaran pengetahuan berupa koleksi file digital melalui jaringan internet. Para anggota, di antaranya Litbang Depkes, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Magister Manajemen (MM ITB), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Universitas Cendrawasih (Uncen), Papua, Universitas Tadulako (Untan), Sulawesi Tengah, dan Universitas Yarsi, Jakarta, aktif melakukan tukar-menukar data.

Perpustakaan Digital
Perpustakaan Digital adalah sebuah sistem yang memiliki berbagai layanan dan obyek informasi yang mendukung akses obyek informasi tesebut melalui perangkat digital. Layanan ini diharapkan dapat mempermudah pencarian informasi di dalam koleksi obyek informasi seperti dokumen, gambar dan database dalam format digital dengan cepat, tepat, dan akurat.
Menurut Widayawan, beberapa istilah yang digunakan untuk mengungkapkan konsep perpustakaan digital seperti perpustakan elektronik, perpustakaan maya, perpustakaan hyper, dan perpustakaan tanpa dinding. Pada dasarnya, perpustakaan digital itu sama saja dengan perpustakaan biasa, hanya saja memakai prosedur kerja berbasis komputer dan sumber informasinya digital.
Jaringan informasi semacam internet memberikan kesempatan luas untuk mengakses lembaga yang menyediakan informasi. Jaringan ini berfungsi sebagai perpustakaan yang dinamakan perpustakaan tanpa dinding.
Perpustakaan digital itu tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sumber-sumber lain dan pelayanan informasinya terbuka bagi pengguna di seluruh dunia. Koleksi perpustakaan digital tidaklah terbatas pada dokumen elektronik pengganti bentuk cetak saja, ruang lingkup koleksinya malah sampai pada artefak digital yang tidak bisa digantikan dalam bentuk tercetak. Koleksi menekankan pada isi informasi, jenisnya dari dokumen tradisional sampai hasil penelusuran. Perpustakaan ini melayani mesin, manajer informasi, dan pemakai informasi. Semuanya ini demi mendukung manajemen koleksi, menyimpan, pelayanan bantuan penelusuran informasi.
Gagasan perpustakaan digital ini diikuti Kantor Kementerian Riset dan Teknologi dengan program Perpustakaan Digital yang diarahkan memberi kemudahan akses dokumentasi data ilmiah dan teknologi dalam bentuk digital secara terpadu dan lebih dinamis. Upaya ini dilaksanakan untuk mendokumentasikan berbagai produk intelektual seperti tesis, disertasi, laporan penelitian, dan juga publikasi kebijakan. Kelompok sasaran program ini adalah unit dokumentasi dan informasi skala kecil yang ada di kalangan institusi pemerintah, dan juga difokuskan pada lembaga pemerintah dan swasta yang mempunyai informasi spesifik seperti kebun raya, kebun binatang, dan museum.
Sayangnya, pertumbuhan perpustakaan digital masih dilakukan dengan trial and error, sehingga timbul kesan pemborosan dan kesia-siaan. Keadaan seperti ini sebenarnya bisa dikurangi sehingga menekan biaya dan waktu yang tidak perlu, antara lain dengan survei dan studi banding yang kuat. Kajian yang jeli pada ketersambungan dan aksesibilitas yang erat kaitannya dengan infrastruktur informasi akan menghindarkan kita dari kerugian karena investasi besar sia-sia.
Lahirnya perpustakaan digital di Indonesia ini disambut baik para pengelola informasi atau pustakawan. Kebanyakan pustakawan terbuka terhadap perubahan teknologi, tetapi juga masih mengingat fungsi tradisional mereka, yaitu membantu orang untuk mencari informasi, baik dalam bentuk digital atau tercetak.
Sosialisasi program perpustakaan digital terhadap para anggota jaringan dan para pengguna itu penting. Dalam hal ini, perlu peningkatan kesadaran akan fungsi utama mereka, yaitu memberikan kemudahan akses pengguna terhadap informasi. Untuk mempermudah akses, pustakawan perlu mendorong pengguna perpustakaan digital untuk melek informasi (information literate). Pengguna perpustakaan yang seperti ini adalah mereka yang sadar kapan memerlukan informasi dan mampu menemukan informasi, mengevaluasinya, dan menggunakan informasi yang dibutuhkannya itu secara efektif dan beretika

Digitasi Perpustakaan
Pada tahap pembangunan dan pemberdayaan perpustakaan, perhatian diarahkan pada penyelesaian bangunan fisik, penyediaan sarana lainnya seperti utilities, jaringan informasi, pengisian dengan isi materi koleksi. Pada tahap pengembangan perpustakaan secara umum, termasuk pengembangan fungsi dan program kegiatan, serta pengembangan koleksi terus menerus.
Untuk kategori operasi, fokusnya makin diberikan pada pengembangan organisasi pengelola, pengembangan sistem operasi perpustakaan, pelaksanaan pemberian pelayanan, pembuatan program-program baru, upaya untuk makin mandiri dengan mengurangi ketergantungan pada sumbangan, serta mobilisasi dana dan sumber daya baik secara berkala maupun permanen. Semua penjelasan ini adalah untuk meyakinkan semua pihak bahwa rangkaian pekerjaan yang harus dilakukan ke depan adalah masih sangat panjang karena itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya melaldigital sinergisitas peran dan fungsi semua pihak. Untuk inilah, himbauan dukungan dan bantuan itu disampaikan.
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melayani 1 orang pengguna jasa perpustakaan dalam pelayanan sirkulasi kurang lebih 3 sampai dengan 5 menit. Sedangkan, apabila menggunakan sistem komputer dibutuhkan waktu kurang dari 30 detik. Hal ini mengindikasikan bahwa perpustakaan yang masih menggunakan sistem konvensional kurang optimal dalam hal pelayanan. Salah satu jawaban atas permasalahan tersebut adalah adanya suatu aplikasi program perpustakaan yang serba komputer (perpustakaan digital).
Digitasi perpustakaan merupakan salah satu jawaban terhadap pelayanan sirkulasi dan pelayanan informasi yang selama ini dikeluhkan masyarakat pengguna jasa perpustakaan. Hal ini tentunya dapat mengeliminir image negatif terhadap perpustakaan beralih fungsi menjadi tempat nongkrong, gosip, dan sebagainya dan bukan tidak dapat memainkan perannya yang signifikan sebagai bagian dalam dunia informasi, baik yang bersifat ilmiah, edukatif, rekreatif, ataupun fungsi-fungsi lainnya.
Beberapa keunggulan perpustakaan digital diantaranya adalah sebagai berikut: (1) long distance service, (2) akses yang mudah, (3) murah (cost efective), (4) pemeliharaan koleksi secara digital, (5) jawaban yang tuntas, (6) jaringan global.
Keuntungan lain dari peran perpustakaan digital adalah: (1) Manfaat perpustakaan digital diantaranya, (2) sebagai sumber pengetahuan, (3) media penyebaran pengetahuan, (4) untuk penyimpanan (repository), (5) untuk perawatan/preservasi, (6) media promosi/etalase hasil karya civitas akademika, dan (7) mencegah duplikasi dan plagiat.
Perpustakaan digital secara ekonomis lebih menguntungkan dibandingkan dengan perpustakaan tradisional. Chapman dan Kenney (1996), mengemukakan empat alasan yaitu: institusi dapat berbagi koleksi digital, koleksi digital dapat mengurangi kebutuhan terhadap bahan cetak pada tingkat lokal, penggunaannya akan meningkatkan akses elektronik, dan nilai jangka panjang koleksi digital akan mengurangi biaya berkaitan dengan pemeliharaan dan penyampaiannya. Di sisi lain, Internet sebagai media dimana bahan digital tersedia, standar dan teknologinya akan terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Perpustakaan yang mengembangkan perpustakaan digital apabila infrastruktur dan peralatan yang diperlukan sudah tersedia. Lankah selanjutnya, pustakawan harus mampu mengidentifikasi sumberdaya yang tersedia di dalam sekolah terutama sumberdaya manusia yang dapat dijadikan mitra dalam pengembangan. Kolaborasi sebagai hubungan formal dalam proses pengembangan mulai dari formulasi ide, perancangan, pengujian produk hingga implementasi adalah sangat penting.
.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Perpustakaan digital
Dalam digitasi perpustakaan, ada 2 prinsip dasar pengembangan yang menjadi isu sentral dalam pengembangan digital library. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: (1) koleksinya meliputi materi dari berbagai sumber, (2) pemakai harus disajikan suatu pandangan homogen dan beragam sumber. Dari pandangan di atas kemudian dielaborasi menjadi empat isu strategis yang berkaitan dengan pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan di lingkungan sekolah seperti berikut ini.
1. Penyediaan sarana layanan merupakan suatu keharusan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan Komputer yang pada gilirannya bermuara pada peningkatan kualitas dan produktivitas warga sekolah.
2. Publikasi dengan perpustakaan digital mampu mendorong peningkatan kualitas karya yang dihasilkan oleh warga sekolah.
3. Penyediaan infrastruktur Komputer di dalam sekolah mampu meningkatkan efisiensi penyediaan layanan.
4. Kolaborasi antara bahan pustaka dan perpustakaan sesuai dengan fungsinya masing-masing mampu dikembangkan dengan pelayanan informasi berbasis Web yang sesuai dengan harapan warga sekolah.
Berdasarkan isu strategis seperti yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan strategi pengembangan perpustakaan digital. Setiap perpustakaan memiliki strategi pengembangan yang berbeda satu sama lain, tergantung pada kondisi awal masing-masing perpustakaan. Belajar dari pengalaman perpustakaan lain akan dapat membantu dalam perumusan strategi yang sesuai dengan kondisi masing-masing perpustakaan.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam perumusan strategi tersebut antara lain adalah: (a) berapa besar perpustakaan digital yang akan dibangun; (b) pustaka apa saja yang menjadi kebutuhan akses di dalam sekolah; (c) komponen apa saja yang akan dibutuhkan; (d) siapa saja praktisi yang mempunyai keahlian, (e) pengguna, (f) pengembang, (g) tenaga teknis yang akan disertakan dalam pengembangan; dan (h) fungsi-fungsi apa saja yang dapat didukung secara lokal atau apa saja yang harus dipasok oleh pemasok.
Dalam sistem digitasi perpustakaan (digital library system) dipersyaratkan berbagai unsur yang mendukung dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya sebagaimana ditulis oleh Arif (2003) dalam makalahnya yang berjudul konsep dan perencanaan dalam automasi perpustakaan. Unsur-unsur yang dimaksud adah sebagai berikut: (1) Pengguna (user), (2) Perangkat keras (hardware), (3) Perangkat lunak (software), (4) Data, (5) Network/LAN, dan (6) Manual/prosedur penjelasan.

Rencana Pendigitasian
Rencana pengembangan Perpustakaan digital harus dinyatakan secara jelas dan detail. Rencana tersebut menjadi dasar pijakan untuk melakukan seluruh kegiatan rutin perpustakaan. Salah satu ciri rencana yang baik adalah bila rencana itu dirumuskan di dalam visi dan misi Perpustakaan. Visi dan misi perpustakaan harus relevan dengan visi dan misi sekolah. Tujuan, sasaran, dan strategi pun harus dinyatakan secara jelas dan detail di dalam rencana strategis perpustakaan (telah dibahas pada bagian perencanaan perpustakaan).
Selanjutnya, rencana perpustakaan yang baik harus mampu mencerminkan kebutuhan dari seluruh stakeholder perpustakaan. Secara sederharna, stakeholder perpustakaan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok:
a. Personal atau kelompok yang mempengaruhi arah pengembangan perpustakaan (kepala sekolah atau yayasan bila sekolah tersebut swasta)
b. Pengelola perpustakaan, yakni yang melakukan pekerjaan atau tugas-tugas perpustakaan
c. Personal atau kelompok yang menggunakan perpustakaan dan layanannya (siswa, guru, karyawan, dan masyarakat)
Kebutuhan seluruh stakeholder harus mampu diterjemahkan dalam rencana kerja perpustakaan yang sebelumnya diakomodir erlebih dahulu dalam need assesment kebutuhan (meliputi analisis situasi dan perangkat yang diperlukan), sehingga rencana kerja yang ada dilaksanakan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan dan memenuhi kebutuhan dan kepuasan (stakeholder satisfication). Untuk mendukung terlaksananya rencana perpustakaan digital tersebut, beberapa usaha yang diperlukan dapat berupa:
1. Mengembangkan rencana strategis perpustakaan. Rencana strategis adalah proses yang berulang yang meliputi evaluasi, pembaharuan, dan verifikasi terhadap rencana strategis yang dibuat biasanya dilakukan 5 tahun sekali. Rencana strategis itu harus dikomunikasikan dengan seluruh staf perpustakaan dan menjamin akan adanya dukungan penuh dalam implementasinya.
2. Menyiapkan dan menyusun draf rencana tahunan, yang biasanya dikenal dengan perencanaan operasional. Pengelola perpustakaan kemudian mengkomunikasikannya, memnta persetujuan kepala sekolah dan meminta restu dari komite sekolah. Penyusunan rencana operasional tahunan harus melibatkan seluruh staf perpustakaan.
3. Menetapkan kebijakan perpustakaan (library policy decition) dan standar pelaksanaan tugas-tugas perpustakaan dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP).
4. Memonitor dan mengevaluasi kinerja perpustakaan (monitoring and evaluating library performance) selama triwulan (tiga bulan sekali).
5. Membuka kotak saran yang memungkinkan seluruh pengguna perpustakaan dapat memberikan masukan, komentar, saran, usulan, dan kritikan terhadap penyempurnaan program kerja perpustakaan.

Sistem Berbasis Komputer di Perpustakaan
Langkah yang diperlukan dalam pembuatan dan pengembangan software yang akan digunakan dalam perpustakaan digital, diperlukan studi banding pada perpustakaan yang telah menggunakan software yang serupa yang kemudian akan di setup dalam perpustakaan kita. Studi ini sangat membantu operasional perencanaan program digitasi, disamping memperoleh informasi pengembangan software yang digunakan oleh perpustakaan itu, juga memperluas jaringan dengan perpustakaan yang lain. Adapun informasi yang diperlukan dalam pengembangan sistem berbasis komputer adalah sebagai berikut:
1. Gambaran umum tentang sistem yang akan digunakan
Sebelum mengaplikasikan program yang akan digunakan dalam mendigitasi perpustakaan, terlebih dahulu melihat gambaran dari sistem yang akan diigunakan. Dalam hal ini apakah sistem tersebut khusus interal perpustakaan atau dipublikasikan melalui internet/berbasis WEB (dari software-sofware open source) seperti yang kembangkan di beberapa perguruan tinggi maupun instansi pemerintah.
2. Kelebihan dan kelemahan sistem yang digunakan
Dengan menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opertunity, dan Threat) keunggulan dan kelemahan sistem dapat teridentifikasi dengan baik. Adapun analisis SWOT telah diuraikan pada bagian ketiga dalam buku ini, yakni tentang manajemen perpustakaan.
3. Alternatif solusi yang dapat diterapkan.
Setiap kebijakan yang diambil akan berdampak pada nilai (value). Nilai yang dimaksud bisa positif atau yang lebih tragis lagi bahwa nilai tersebut berdampak negatif pada lembaga yang mengambil keputusan tersebut. Misalnya saja terjaadi perubahan lingkungan kerja yang dilihat dari perspektif pelayanan pengguna, perpustakaan sekolah harus memperkenalkan suatu pelayanan baru yang berkaitan dengan akses sumberdaya informasi dan publikasi melalui Web (sistem yang digunakan). Layanan digital berfungsi menyediakan fasilitas dan bimbingan penggunaan perpustakaan sekolah, mengidentifikasi berbagai sumberdaya yang tersedia melalui sistem dan menyebarluaskannya kepada kelompok pengguna, melakukan penelusuran atas pesanan pengguna, dan mendigitalisasi semua koleksi perpustakaan untuk dipublikasikan melalui sistem komputerisasi yang digunakan di perpustakaan.
4. Alokasi biaya
Alokasi biaya yang digunakan dalam penyediaan layanan digital seperti layaknya pengenalan suatu pelayanan baru memerlukan pendanaan baik untuk investasi awal maupun operasionalnya. Berapa besar biaya yang diperlukan adalah tergantung pada berbagai faktor diantaranya infrastruktur dan prasarana yang tersedia, jumlah terminal layanan akses yang akan disediakan, jenis server yang akan digunakan, dan tenaga pengembang yang tersedia di lingkungan sekolah.
Sumber pendanaan untuk layanan digital berasal dari anggaran perpustakaan atau anggaran sekolah yang dialokasikan untuk perpustakaan. Perpustakaan harus mengalokasikan biaya pengadaan peralatan komputer dan peralatan pendukung lainnya dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBS).

Sistem Informasi Manajemen
Dalam upaya mencapai keberhasilan, para pengelola selayaknya menyadari pengaruh dari lingkungan perpustakaan. Perpustakaan berusaha memperoleh keunggulan kompetitif dengan mengelola arus sumber daya termasuk informasi. Sumber daya informasi perpustakaan mencakup lebih dari sekedar informasi. Sumber daya tersebut mencakup pula perangkat keras, fasilitas, perangkat lunak, data, para spesialis informasi dan para pemakai informasi.
Kegiatan mengidentifikasi sumber daya informasi yang akan dibutuhkan perpustakaan di masa depan, mendapatkan sumber daya tersebut, dan mengelolanya disebut perencaaan sumber daya informasi secara strategis (strategic planning for information resources), atau SPIR. SPIR adalah tanggung jawab semua manajer, tetapi manajer organisasi jasa informasi (information service) memainkan peranan penting. Jabatan CIO, yaitu chief information officer, menjadi semakin populer untuk menggambarkan manajer jasa informasi.
Dari semua inovasi terbaru dalam penggunaan komputer, tidak ada yang dampaknya sebesar end-user computing. IRM adalah konsep yang mengintegrasikan konsep-konsep keunggulan kompetitif lain, CIO, IRM, SPIR dan end-user computing. Dengan demikian, IRM memberikan kerangka kerja bagi pemanfaatan komputer yang efektif.