Manajemen Waktu Seorang Muslim

Banyumili Travel
Minggu, 24 Maret 2024


Judul : Manajemen Waktu Seorang Muslim
Pengarang : Yusuf al-Qardhawi
Judul asli : Al-Waqtu fii Hayati al-Muslim
Penerjemah : Muhsin Suny M
Editor : Budiman Musthofa, Nurul Anwari al-Izzah
Halaman : 140 hlm; 205 mm
Penerbit : Ziyad Visi Media
Terbit : April 2007
Resentator : Sismanto, M.KPd.

Waktu adalah kehidupan,
Waktu adalah pilihan kemakmuran atau kehancuran
Setiap hidup dibatasi siang
Saat istirahat dipagari dengan malam
Saat muda akan bertemu dengan masa tua
Dan saat hidup pasti akan berujung dengan kematian
Maka, susnguh waktu sebagai satu-satunya pertaruhan
Waktu adaah kehidupan

Begitulah kira-kira ilustrasi cover yang disajikan dalam buku ini. Siapa yang tidak menghormati waktu , maka ia akan dekat dengan kematian. Yang tidak menghormati waktu, maka ia akan kehilangan peluang investasi terbesar untuk masa depan. Masa depan akan hadir menyambutnya dengan wajah suram. Sebaliknya, bagi mereka yang memuliakan waktu, maka wajahnya akan berseri-seri.
Sangat menarik bahwa Yusuf al-Qardhawi mengawali buku ini dengan memberikan ilustrasi tentang keistimewaan waktu betapapun panjangnya umur manusia, sesunguhnya ia tetap pendek selama penutu hidupnya dalah kematian (Hlm 19). Sungguhpun begitu, waktu juga tidak bisa kembali. Allhasil, bahwa sangat disayangkan jika sebagai seorang muslim kemudian menyia-nyiakan waktu. Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa buku yang ia ditulis adalah tentang nikmat waktu dan nilainya dalam kehidupan seorang muslim, perhatian Islam terhadap waktu sangat besar yang kesemuanya tersurat dalam Al Qur’an dan as-sunnah.
Dalam bukunya itu, penulis memberi formulasi bagaimana seorang muslim dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya atau dengan istilah yang digunakan oleh penterjemah, yakni manajemen waktu. Sangat tepat jika penterjemah memberi judul tersebut. Mengingat dari sisi subtansi buku Yusuf al-Qardhawi juga mengisyaratkan adanya hal tersebut.

Rahasia Panjang Umur
Secara fitrah, manusia menginginkan kehidupan, ingin panjang umur, dan juga ingn kekal jika dimungkinkan. Namun, semua itu sirna ketika kematian menjemput. Terkadang ada orang yang hidup sampai 100 tahun dan terkadang ada pula manusia yang meninggal di kala mudanya.
Dalam salah satu tulisannya Yusuf al-Qardhawi mengutip ”bisa jadi umurnya manusia itu panjang, timbangan amalnya ringan. Bisa jadi umurnya pendek, timbangan amalnya panjang” (Hlm 113). Lantas apa yang kemudian dimaksud panjang umur?
Pertanyaan di atas tidak bermaksud mengecilkan peran orang yang berumur 100 tahun, namun bila kita lihat bahwa Rasulullah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju apa yang dikehendaki Allah dalam kurun 23 tahun. Beliau mendrikan agama baru, mendidik generasi baru, mengembangkan masyarakat teladang, membuat pondasi negara global
Ilustrasi itu menggambarkan bahwa panjang umur bukan dimaknai sebagai berapa tahun ia hidup di dunia, namun pahala amal shaleh lebih tinggi kadarnya jika dilakukn pada tataran masyarakat yang serba edan seperti sekarang. Kedua, yang tidak kalah jitunya adalah seperti yang ditawarkan oleh Yusuf al-Qardhawi kesabaran. Kesabaran terkadang berarti berpikir dalam amal secara tekun, melakukan perubahan-perubahan substansi akar permasalahan, salin tolong menolong antar orang mukmin untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
***
Setelah membaca karya Yusuf al-Qardhawi ini saya kesulitan menemukan kelemahannya. Karena saya pribadi menyetujui seluruh isi buku ini. Hanya saja dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada penterjemah, buku ini akan lebih sempurna seandainya Muhsin Suny M juga menyertakan karya asli dari Yusuf al-Qardhawi yang berjudul Al-Waqtu fii Hayati al-Muslim. Kedua, penerjemahannya lebih diluweskan, sehingga enak dibaca. Ada kesan bahwa terjemahan buku ini terlalu kaku dan tekstual sehingga agak berat dibaca kalangan awam. Padahal karya Yusuf al-Qardhawi ini sangat penting untuk dibaca sebanyak mungkin kalangan. Ketiga, sajak-sajak perlu ditampilkan aslinya bukan terjemahannya, sehingga pembaca tahu bahasa asli yang ingin disampaikan oleh Yusuf al-Qardhawi.
Buku ini bagus sekali untuk dibaca oleh kalangan remaja Islam, karena mengandung banyak amanah yang terkandung dalam hidup dan dapat dijadikan pelajaran. Takdir kehidupan, sepanjang apapun umur seseorang akan berhenti juga di penghujung jalan yang bernama kematian. Kenapa kita harus menunggu giliran kita tiba?

Peresensi adalah Ustadz di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Malang