Reformulasi Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Banyumili Travel
Minggu, 24 Maret 2024


Oleh: Sismanto

Tiga substansi dasar yang menjadi patologi pendidikan yang sampai saat ini yang belum juga belum teratasi. Pertama, buruknya mutu pendidikan juga dapat dilihat dari hasil pengembangan sumber daya manusia yang dinyatakan dalam Human Development Index (HDI).HDI merupakan indeks komposit yang diukur dari beberapa komponen, meliputi pendidikan, kesehatan dan ekonomi. HDI Indonesia tergolong rendah, berada di bawah Malaysia, Thailand, dan Filiphina. Penelitian yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), prestasi siswa Indonesia di bidang matematika mendekati level rendah, sedangkan Malaysia pada level Menengah menuju level tinggi, dan Singapura berada pada level tingkat lanjut.

Kedua, cerminan sikap atau watak manusia Indonesia yang masih belum menampakkan sikap yang menjunjung nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan rasa tanggung jawab (sikap kedewasaan). Ketiga, yang paling parah adalah minimnya keterampilan yang dimiliki, sehingga kemandirian dalam hal ekonomi setelah menyelesaikan sebuah jenjang pendidikan kurang terwujud.

Ketiga hal itu merupakan sasaran utama yang harus diwujudkan dalam pembangunan pendidikan dalam perspektif makro. Kenyataannya, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini belum dapat terwujud secara optimal. Dalam konteks ini, pembangunan pendidikan merupakan sesuatu prioritas yang harus dipikirkan dan direncanakan bagaimana formulasi yang tepat. Dengan demikian, pendidikan mau tidak. mau akan menjadi pusat perhatian oleh seluruh elemen bangsa untuk dikaji kembali baik perencanaannya, pelaksanaannya, dan pengawasannya yang kemudian diartikulasikan dengan istilah manajemen.

Pengelolaan lembaga pendidikan tidak bisa dikelola dengan waktu sisa, manajemen tukang cukur, dan kemampuan minim, meminjam falsafah Jawa “Bondo Bahu Pikir Lek Perlu Sak Nyawane”, artinya kita dalam berjuang perlu pengorbanan bukan hanya angan-angan tanpa mau memikirkan keuatan materi untuk berjuang. Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan kunci utama dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan. Peserta didik akan memiliki pribadi yang baik bila diasuh oleh pendidik yang memiliki kepribadian yang baik pula, murid akan memiliki keinginan belajar yang tinggi bila dididik oleh pendidik yang mempunyai animo tinggi untuk belajar, anak akan memiliki keterampilan bila dibimbing oleh pembimbing yang cekatan dan tanggap lingkungan, anak dapat hidup berdisiplin, bersih, tertib bila dia dibina oleh pendidik yang memiliki pola hidup teratur, demikain seterusnya.

Pengelolaan pendidikan bukanlah mengelola sebuah tempat usaha barang, melainkan mengelola sumber daya manusia dengan peradaban dimasa mendatang. Suatu bencana besar ketika manusia mengelola pendidikan hanya dilihat dari kacamata pribadi, orang yang demikain ini termasuk melemahkan generasi mendatang. Begitui pula bagi orang yang mengembangkan pendidikan hanya mengandalkan kekuasaan atau power semata. Untuk itulah dibutuhkan formula yang tepat dalam mengatur segala permasalahan manajemen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Pertama, pengelolaan PAUD selama ini terlalu banyak seninya dibanding dengan ilmunya, sehingga gaya manajemen yang dilakukan lebih bersifat try and error. Kedua, penerapan manajemen “gotong royong” artinya semua orang melakukan semua pekerjaan, tidak ada pembagian kerja yang tegas dan jelas, sehingga proses manajemen tidak berlangsung secara efektif dan efisien. Bahkan sering terjadi benturan antara satu unit dengan unit lainnya, ini menyebabkan pendayagunaan sumberdaya organisasi tidak secara sinergis dan banyak pemborosan. Dalam hal ini yang terjadi adalah sama-sama bekerja, tetapi bukan kerjasama. Ketiga, gaya manajemen tukang cukur, yaitu satu orang melakukan semua pekerjaan, mulai dari membuka kios, menyapu, memotong rambut, menutup kios, dan mengelola keuangan sekaligus. Dalam organisasi banyak orang yang “merasa” dirinya mampu dalam segala hal (ngabehi) dan tidak memberikan porsi pekerjaan kepada orang lain. Akibatnya organisasi yang semestinya dapat menjalankan beban pekerjaan yang lebih banyak, justru tidak dapat melakukan pekerjaan karena tersentralisasi di tangan beberapa orang saja, sedang yang lain justru kurang pekerjaan. Keempat, adalah manajemen “sungkanisme”, yaitu suatu manajemen yang tidak asertif. Budaya sungkan (segan) menegur kesalahan teman dan budaya marah kalau ditegur teman membuat organisasi berjalan kesana-kemari tak tentu arah, sehingga tak bisa mencapai tujuan yang dikehendaki.

Menata Manajemen
Salah satu pendekatan baru dalam perencanaan publik yang sedang digalakkan adalah perencanaan partisipatif, yakni dengan melibatkan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, sampai pemanfaatan program yang direncanakan. Hal ini dilatari oleh asumsi bahwa orang yang merasa terlibat dalam proses sejak perencanaan sampai tahap akhir merasa ikut memiliki dan ikut bertanggungjawab (sense of responsibility and sense of belongingness) terhadap keberhasilan program. Dalam hal ini dirasa perlu melibatkan para tokoh agamam masyarakat, dan orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi cukup.
Apabila tahap perencanaan telah dilaksanakan, maka langkah selanjutnya adalah pengorganisasian, yakni menyusun dan merangkai berbagai unsur sumberdaya organisasi dan lingkungan yang ada sehingga bisa dicapai hasil yang maksimal. Dalam hal ini perlu kita hindari merangkai dua bahan atau lebih yang saling bertentangan atau kontradiktif sehingga akan saling melemahkan. Justru yang kita cari dan rangkai adalah unsur-unsur yang bisa saling mendukung dan menunjang, sehingga hasilnya akan lebih memperkuat kebersamaan unsur-unsur tersebut, atau yang biasa disebut dengan “sinergis”
Kelemahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat kita dalam mengorganisir sumber daya manusia PAUD adalah menentukan orangnya terlebih dahulu, baru kemudian organisasinya. Padahal, tahap pengorganisasian yang benar adalah menentukan pekerjaan apa saja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, lalu unit-unit mana yang melakukan pekerjaan tersebut, kemudian disusun struktur organisasi yang menempatkan masing-masing unit tersebut dalam rangkaian struktur organisasi yang sinergis, lalu ditentukan kualifikasi tenaga-tenaga yang diperlukan untuk menangani masing-masing unit. Baru pada tahap terakhir adalah menentukan personal-personal yang memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk menangani pekerjaan di masing-masing unit.
Dalam menempatkan personal hendaknya diingat prinsip menempatkan orang pada tempat yang tepat sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi pada waktunya (the right man in the right place and right time). Hendaknya dihindari menempatkan personal berdasarkan faktor suka atau tidak suka (like and dislike).
Kelemahan lain dalam pengorganisasian PAUD adalah mekanisme hubungan interaksi antar segenap pihak dalam lembaga. Pengorganisasian pada dasarnya menempatkan masing-masing personal dalam tata hubungan yang sistematik, sehingga jelas siapa mengerjakan apa dan bertanggungjawab kepada siapa.
Kedua, adalah ukuran keberhasilan kerja yang tidak jelas. Hal ini erat kaitannya dengan budaya kita yang “just do it” atau pokoknya sudah melakukan. Akibatnya proses pengukuran (kriteria) keberhasilan kinerja personal tidak dilakukan atau kalau dilakukan maka pengukurannya tidak objektif.
Ketiga, tiadanya norma tertulis. Kelemahan umum dari lembaga PAUD adalah organisasi berjalan secara informal dan tak tertulis meskipun itu menyangkut organisasi formal yang perlu landasan tertulis. Dalam aturan tertulis, perlu diatur mekanisme hubungan organisasional antar personal, hak dan kewajiban masing-masing personal, arus pekerjaan dan tanggungjawab serta sanksi-sanksi dan aturan-aturan lain yang diperlukan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan PAUD. Pertama adalah, iklim kebersamaan yang sehat. Organisasi adalah kerjasama antar dua orang atau lebih sehingga keberhasilan organisasi adalah berkat kerjasama beberapa orang, dan bukan atas hasil kerja seseorang atau sekelompok orang yang mengaku-ngaku paling berjasa. Kedua adalah, keadilan bagi pendidik. Seorang pendidik yang merasa diperlakukan tidak adil akan turun kinerjanya. Rasa tidak adil ini bisa muncul dalam berbagai peluang, antara lain dalam pengangkatan jabatan yang tidak terbuka, atau perbedaan dalam pemberian ganjaran (reward) dan sanksi (punishment). Ketiga adalah, penghargaan terhadap kinerja pendidik. Penghargaan disini tidak hanya berupa materi melainkan juga penghargaan yang berupa immaterial, seperti pujian atau peningkatan status.
Dalam menata PAUD disamping adanya Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (pelaksamaam), juga dipersyaratkan adanya Controlling (pengendalian) yang kemudian disingkat dengan POAC. Tanpa adanya pengendalian, maka jalannya organisasi tidak akan berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Lantas, yang menjadi tujuan dasar dari pengendalian, Pertama adalah, apakah jalannya organisasi telah ada pada jalur yang benar? Kedua adalah, apakah target bisa dicapai secara kuantitas, kualitas, dan dalam jangka waktu tertentu?. Pertanyaan pertama mengacu pada apakah cara melakukan pekerjaan sesuai dengan yang telah ditentukan dalam jabaran kerja (job description). Sedang yang kedua mengacu pada apakah hasil pekerjaan (out-put) yang ditetapkan bisa dicapai sesuai denga target waktu, jumlah dan kualitas.
Untuk itulah, perlu ditetapkan siapa yang akan melakukannya? Yayasan penyelenggara PAUD memiliki hak dan fungsi sebagai pengendali kegiatan belajar mengajar PAUD. Namun permasalahannya adalah, bahwa kebanyakan personal yang menjadi pengurus bidang pendidikan kurang atau tidak menguasai apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga penyelenggara. Hal ini dilatari oleh kurangnya kualitas SDM, juga seringnya menempatkan personal yang tidak tepat pada suatu jabatan dalam organisasi.
Pengendalian pertama yang harus dilakukan adalah pengendalian bagaimana pamong PAUD melakukan pekerjaan mendidik anak. Pengendalian ini dilakukan secara berkala dalam rangka untuk dapat memperbaiki kinerja pamong. Pengendalian lainnya yang tak kalah pentingnya adalah pengendalian dalam bidang keuangan. Hal ini bukan dimaksudkan untuk mencurigai tindak penyelewengan, melainkan dimaksudkan untuk mengantisipasi kesulitan-kesulitan masalah keuangan.

***
Hemat penulis, Dalam kaitannya dengan kompleksitas kelembagaan PAUD, maka yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah bentuk kelembagaan PAUD (TK,KB,TPA,TPG). Selanjutnya adalah merangkai lebih lanjut sumberdaya organisasi, baik manusianya maupun non manusianya dalam jaringan tata kerja organisasi PAUD struktural, kualifikasi tenaga yang menanganinya, baru kemuudian merekrut tenaga yang memenuhi kualifikasi yang ditentukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengeorganisasian. Langkah lain yang tidak bisa ditinggalkan bila kita akan membentuk PAUD unggulan adalah merangkai kerjasama dengan berbagai pihak dalam tatanan jaringan kerja yang saling menguntungkan.
Dengan demikian, yang perlu diperhatikan dalam menjalankan PAUD. Pertama adalah adanya iklim kebersamaan yang sehat. Kerjasama antar dua orang atau lebih sehingga keberhasilan lembaga adalah berkat kerjasama beberapa orang, dan bukan atas hasil kerja seseorang atau sekelompok orang yang mengaku-ngaku paling berjasa. Kedua adalah, keadilan bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Seseorang yang merasa diperlakukan tidak adil akan turun kinerjanya. Rasa tidak adil ini bisa muncul dalam berbagai peluang, antara lain dalam pengangkatan jabatan yang tidak terbuka, atau perbedaan dalam pemberian ganjaran (reward) dan sanksi (punishment).dan Ketiga adalah, penghargaan terhadap kinerja pendidik. Penghargaan disini tidak hanya berupa materi melainkan juga penghargaan yang berupa immaterial, seperti pujian atau peningkatan status.

Penulis adalah analis kebijakan pendidikan