Makna SMS Lebaran

Banyumili Travel
Minggu, 24 Maret 2024


Kupat lepet isi nongko, menawi lepat nyuwun Ngapuro”

Mugi-mugi sedoyo lepat kito saget lebur dening pangestuti

MINAL AIDZIN WAL FAIZIN, MOHON MAAF LAHIR BATHIN (Sismanto)

 

Itulah bunyi SMS yang rencananya akan saya kirimkan lebaran tahun ini. Tentu saja saya tujukan untuk orang-orang Ibu saya yang paling terdekat saya. Kemudian, langkah berikutnya peluncuran SMS itu kepada adik kandungku “Mattono dan Ali Mahmudi” (maap untuk siril wafa adikku yang paling kecil, kamu nggak akan dapat kiriman SMS itu dariku. Itu lantaran kamu masih kecil, baru berumur 3 tahun dan belum paham SMS ku). Temen-temen nggak usah khawatir kalo nggak tak kirimin SMS ajaib itu. Tentu saja dengan catatan No. HP mu harus sudah dan akan ada di phone bookku, yakni bisa jadi itu adalah relasi, teman-teman kuliah dan nomor HP yang ada di phonebookku. Saya mengirimkan SMS itu karena tak mungkin bisa mengunjungi satu persatu. Dengan bantuan teknologi komunikasi yang semakin canggih ini, permintaaf maaf itu saya dalam bahasa jawa akan saya gemuruhkan di udara. Harapannya, tentu saja orang-orang yang saya kirim SMS itu bisa memberikan “ngapuro” (maaf dalam bahasa Jawa) kepada saya atas kekhilafan baik yang disengaja maupun yang tak disengaja.

Jujur saja, banyak salah dan kekhilafan yang telah saya lakukan. Maklum saja, mungkin karena saya mudah bergaul dan senang kenal dengan orang terkadang sampe lupa harus membedakan apakah lawan yang saya ajak bicara itu usianya di atas saya atau di bawah saya. Untuk itulah jika kemudian banyak yang merasa terdholimi karena ucapan dan kata-kata saya. Maka, tak ada cara lain yang tepat dan pastan selain meminta maaf kepada mereka. Dan lebaran “Hari Raya Idul Fitri” inilah momentumnya.

Jika harus merujuk dalam ajaran Islam, saling maaf memafkan itu dianjurkan dan bahkan menjadi wajib hukumnya bagi orang yang . Walaupun, tidak terbatas pada saat lebaran saja. Setiap kita merasa salah, setiap itu kita dianjurkan segera meminta maaf kepada orang yang telah kita sakiti dan kita dholimi. Indah sekali jika setiap kita bisa melakukan hal ini. Sebenarnya perkara sedehana. Tapi, sepertinya belum banyak dari kita yang selalu melakukannya. Yah, mungkin tak mau meminta maaf karena alasan gengsi, malu, atau karena malas saja atau bisa jadi kita melakukan kesalahan besar terhadap orang lain dan kita justru tidak merasa bersalah sama sekali.

Manusia diciptakan Allah SWT, dengan maksud sebagai khalifah di muka bumi. Manusia diberi hak prerogatif dan otokrasi atas apa yang akan diperbuatkan. Itu semuanya dikarenakan manusia dilengkapi akal dan pikiran. Sebagai khalifah, manusia oleh Allah SWT dibekali dengan ajaran-ajaran yang membawa umat manusia menuju kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Ajaran itu tertuang dalam teologi Islam berhakekat rahmatan lil ‘alamin, hadir sebagai ajaran yang memberi rahmat bagi semua dan tentunya dalam arti ini adalah saling kasih dan sayang terhadap sesama, lebih spesifik lagi saling maaf dan memafkan.

Momentum lebaran tahun ini bisa kita jadikan awalan untuk membersihkan hati kita, membersihkan dari setiap noda, dendam atau amarah. Kita mungkin juga merasa disakiti atau didholimi orang. Tapi yang perlu diingat, apakah kita juga pernah malakukan kesalahan yang fatal juga yang mengakibatkan oang lain menderita, merugi atau menjadikannya dia kehilangan harga diri. Agak sulit memang, untuk memberikan maaf kepada orang lain tapi orientasi ke orang lain itu perlu kita kedepankan.

Artinya adalah merendahkan hati saja. Hal ini bukan berarti merendahkan diri kita. ya……anggap saja kita melakukan banyak kesalahan kepada orang lain dan meminta maaf dengan ketulusan hati kita. Seperti kita juga berusaha untuk mengikhlaskan dan memaafkan kesalahan orang lain yang telah berbuat salah kepada kita. Jiwa lapang dada, hati seluas samudera, rasa-rasanya tepat kita miliki jika kita ingin menjadi pribadi istimewa, bijaksana, buka pribadi yang biasa-biasa saja.

Khusus lebaran tahun ini. Tak ada kekuatan hebat yang mendorong hari saya untuk meminta maaf secara khusus pula kepada orang yang selalu mencintai saya, tapi saya belum melakukan yang terbaik terhadapnya. Pertama adalah Bapak. Beliau adalah seorang pelaut handal dan manjadi panutan di desanya dan tentunya bagi puteranya, santun, pendiam, dan lugas berbicara. Walaupun tidak bisa baca tulis, tapi Beliau tidak ingin putra-putranya tidak mengenyam pendidikan, sehingga dalam kondisi dan situasi apapun Beliau selalu berpesan “Sekolah yang tinggi nak, jadilah orang yang pandai, berilmu namun jangan lupa sholat dan ngaji, rendah diri, tidak sombong dengan sesama”. Beliau memberi nama yang indah, singkat, padat, mudah diucapkan Sismanto, dan sepanjang pengamatan penulis belum pernah menjumpai nama yang sama dengan nama yang Beliau berikan kepada saya. Menurut Bapak, Beliau berikan nama yang indah itu ketika saya dilahirkan ketika saat-saat akhir bulan ramadhan. Ya seperti sekarang bulan ramadhan isakarang ni.

Kedua adalah Ibuku, Beliau adalah perempuan yang luar biasa, seorang ibu rumah tangga yang mengurus keempat orang putranya sendiri, menyiapkan keempat putranya untuk memperoleh pendidikan yang layak. Mungkin kebetulan atau memang keilmuan yang mengalir dalam putra-putranya, walaupun beliau tidak banyak mengeyam dunia pendidikan, namun Beliau tetap ingin anaknya melanjutkan sekolah yang tinggi. Berkat beliaulah penulis mengenal banyak tentang pendidkan dan agama. Sejak tahun 1991 sampai sekarang Beliau memasukkan saya untuk menimba ilmu agama dan umum dari pesantren satu ke pesantren lainnya, hingga saya paham betul dinamika pesantren.

Beliau berdualah yang mengajarku tentang “cinta” hingga saya bisa merangkai kata-kata “SMS yang bermakna pada Lebaran ini” yang saya kirimkan juga kepada sahabat-sahabat saya. Sekali lagi beliau bukan orang yang berpendidikan tinggi, bukan orang kota (tapi saya tidak mau menyebutkannya katrok seperti ala Tukul), hanya orang kampung yang sederhana, yang ingin menemukan kebahagian di hari yang fitri. Tapi, rasa-rasanya saya belum bisa membalas cinta yang telah diberikannya. Disaat saya terpuruk, tak ada seorangpun yang mempedulikan saya. Iorang tua sayalah sayalah yang selalu memberikan dorongan agar saya bersemangat, tetap tegar menghadapi hidup. Suatu hari adikku berkata (menyindir) kepada saya “Mas, kamu sekarang enak ya!
Tidak punya hutang, setiap bulan tidak pernah membayar hutang.
tidak seperti aku yang masih bayar bulanan di Bank”.

Jawab Saya, “Siapa bilang aku nggak punya hutang?
Hutangku tidak pernah habis terbayar setiap bulan”. “Hutang apaan? Kok gede banget! Sampe-sampe kakak tidak bisa membayarnya” tanya adikku.

“Hutang Budi kepada orang tua” jawabku. oh, mungkin memang anugerah Tuhan yang diturunkan khusus untuk saya.

Salam,

Sismanto yang lagi mau SMS ke ORTU nya