Empat Pilar Industri Perbukuan

Banyumili Travel
Minggu, 24 Maret 2024


Dibangunnya sebuah taman baca di Jl. Pramuka Gang Kencana 5A Samarinda yang sejak dioperasikan 12 Januari lalu, taman baca ini sudah ramai dikunjungi pelajar SD yang ada di lingkungan sekitar. Sementara koleksi buku sudah mencapai 1,200 buku yang didominasi buku-buku komik dan buku pelajaran SD (Kaltimpos, Januari 2008). Endah, pengelola taman baca menyatakan bahwa taman baca tidak hanya untuk kalangan SD tapi juga untuk kalangan mahasiswa. Minat baca lebih banyak dipengaruhi oleh pengalaman atau lesson learn yang telah diperoleh dari lingkungannya, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah masyarakat. Dari ketiga lngkungan pendidikan tersebut, lingkungan yang dipandang lebih potensial untuk menumbuhkankembangkan minat baca anak dalah lingkungan pendidikan, terutama yang dikelola melalui jalur sekolah.

Namun persoalannya adalah bagaimana lingkungan pendidikan sekolah dapat menumbuhkembangkan minat baca anak? Tentunya sekolah yang di dalamnya tercipta situasi pembelajaran yang menyenangkan, menumbuhkembangkan rasa ingin tahu, mengaktifkan siswa, memberi kesempatan kepada mereka untuk berpikir kritis dan logis serta untuk mengembangkan kreativitasnya, dan yang memungkinkan mereka belajar secara efektif yang pada gilirannya menumbuhkan minat membaca.

Perlunya peningkatan minat baca ini dilatari oleh kemampuan membaca (Reading Literacy) anak-anak Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan ASEAN sekali pun. International Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela yang menempati peringkat terakhir pada urutan ke 30. rendahnya kemampuan membaca ini dilatari oleh suatu kondisi pasif tentang kurangnya gairah dan kemampuan para peserta didik untuk mencari, menggali, menemukan, mengolah, memanfaatkan dan mengembangkan informasi. Salah satu sebab etimologisnya yaitu lemahnya minat baca mereka. Inilah yang perlu dicermati perkembangannnya serta diupayakan alternatif solusinya.

Data di atas relevan dengan Laporan World Bank dalam Education in Indonesian from crisis recovery (1998) memaparkan bahwa minat dan kemampuan baca anak-anak Indonesia amat rendah. Minat baca untuk siswa kelas enam SD dinilai 51,7. nilai ini merupakan nilai paling rendah di antara minat baca bila dibandingkan dengan bangsa lain setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Hongkong (75,5). Hal ini menurut Ki Supriyoko (2004), minat baca anak-anak Indonesia dinilai paling buruk bila dibanding dengan negara-negara lain.

Buruknya kemampuan membaca anak-anak kita sebagaimana data di atas berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Athaillah Baderi (2005) dalam pidato pengukuhan pustakawan utama . Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematies and Science Study mengungkap (TIMSS) dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat ke 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411 di bawah nilai rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu pengetahuan mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420 di bawah nilai rata-rata internasioal 474. Dibandingkan dengan anak-anak Malaysia mereka telah berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika yang memperoleh nilai 508 di atas nilai rata-rata internasional. Dan dalam bidang ilmu pengetahuan mereka menduduki peringkat ke 20 dengan nilai 510 di atas nilai rata-rata internasional. Dengan demikian tampak jelas bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan di bawah negara-negara berkembang lainnya.

Padahal pasca ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 1 tanggal 19 Januari 2005 tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2004/2005 yang di dalamnya menetapkan standar kelulusan untuk tiga bidang studi (bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan matematika) adalah tidak boleh kurang dari 4,25. Ketentuan kelulusan ini lebih tinggi dari standar kelulusan Ujian Akhir Nasional sebelumnya, yaitu 4,01. Ketentuan standar kelulusan ini mempunyai kecenderungan meningkat untuk tahun-tahun yang akan datang secara bertahap (Sutrisno, 2005). Apa jadinya nanti bangsa Indonesia, jika budaya baca masyarakat tidak membudaya.

Melihat beberapa hasil studi di atas dan laporan United Nations Development Programme (UNDP), maka hipotesis yang mengemuka adalah kekurangmampuan anak-anak kita dalam bidang matematika dan bidang ilmu pengetahuan, serta tingginya angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) di Indonesia adalah akibat membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya bangsa. Oleh sebab itu membaca harus dijadikan kebutuhan hidup dan budaya bangsa kita. Mengingat membaca merupakan suatu bentuk kegiatan budaya menurut H.A.R Tilaar (1999) maka untuk mengubah perilaku masyarakat gemar membaca membutuhkan suatu perubahan budaya atau perubahan tingkah laku dari anggota masyarakat kita. Mengadakan perubahan budaya masyarakat memerlukan suatu proses dan waktu panjang sekitar satu atau dua generasi, tergantung dari “politicaal will pemerintah dan masyarakat“ Ada pun ukuran waktu sebuah generasi adalah berkisar sekitar 15–25 tahun.

Masih banyak lagi hasil survei lembaga-lembaga riset yang semakin menambah panjang bukti keterpurukan pendidikan di negara kita. The Poor Political and Ekonomic Risk (PERC) yang berkedudukan di Hongkong menyimpulkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia berada di urutan ke 12 dari 12 negara yang diteliti. Survei PERC ini didasarkan pada 17 variabel yang terdiri dari; impresi keseluruhan tentang sistem pendidikan di suatu negara; porsi penduduk yang berpendidikan dasar; porsi penduduk yang berpendidikan menengah; porsi penduduk yang berpendidikan tinggi dan pasca sarjana; jumlah biaya untuk mendidik tenaga kerja produktif; ketersediaan tenaga kerja produktif yang berkualitas tinggi; jumlah biaya untuk mendidik tenaga kerja; ketersediaan tenaga kerja; jumlah biaya untuk mendidik staf manajemen; ketersediaan staf manajemen; tingkat ketrampilan tenaga kerja; semangat kerja dari para tenaga kerja; kemampuan berbahasa Inggris; kemampuan bahasa asing selain bahasa Inggris; kemampuan menggunakan teknologi tinggi; tingkat keaktifan tenaga kerja; dan frekuensi perpindahan atau pergantian tenaga kerja yang pensiun.

Saat ini dunia pendidikan kita masih dihadapkan dengan suatu kondisi pasif tentang kurangnya gairah dan kemampuan para subjek didik untuk mencari, menggali, menemukan, mengolah, memanfaatkan dan mengembangkan informasi. Salah satu sebab etimologisnya yaitu lemahnya minat baca mereka. Inilah yang perlu dicermati perkembangannnya serta diupayakan alternatif solusinya.
Disposisi (kecenderungan) individu yang berdasar pada kesenangan dan hasrat yang selalu timbul untuk memiliki atau melakukan sesuatu. Minat seseorang menimbukan motivasi untuk mendapatkan atau melakukan apa yang diminatinya. Besar atau kecilnya minat yang ada dalam dirinya terhadap sesuatu berpengaruh pada kuat atau lemahnya motivasi yang dimilikinya. Dengan demikian, minat baca seorang peserta didik akan mempengaruhi motivasinya untuk membaca.
Kegemaran membaca perlu dibudayakan dengan memperluas peluang atau akses terhadap buku-buku bermutu yang memberdayakan. Akses diberikan dengan berbagai cara pada buku pembelajaran, buku bacaan, dan lingkungan teks bukan bahan cetak seperti tulisan tangan berisi denah, peta karya ilmiah, cerita, motto, pesan, atau pepatah yang ditullis oleh siswa, guru atau orang tua yang dapat dipajang di kelas atau sekitar sekolah.
Secara teknis buku yang memberdayakan adalah buku yang memuat kemahiran belajar. Kemahiran belajar merupakan ketrampilan hidup yang dikembangkan supaya siswa menguasai cara-cara belajar yang berkesan. Salah satu upaya pengembangan minat dan kegemaran membaca adalah dengan adanya distribusi buku. buku merupakan salah satu syarat mutlak yang diperlukan untuk pengembangan program ini, khususnya bagi anak-anak kecil yang tentunya belum begitu banyak mengenal teknologi informasi. Artinya, bahwa fungsi buku memberikan tempat tersendiri bagi perkembangan anak. Hal inilah yang kemudian berimplikasi pada semakin maraknya industri perbukuan di Indonesia secara khusus dan dunia perbukuan secara umum.
Industri perbukuan yang dikemukakakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Wardiman Djojonegoro, bahwa ada empat pilar utama yang ada dalam industri perbukuan. Pertama, pengarang merupakan pilar utama yang harus ada dalam penggalakkan industri perbukuan. Penggalakkan upaya pengembangan dan perkembangan perbukuan nasional diharapkan adanya adanya pengarang/penulis berbakat dan hasil karya yang berupa buku-buku yang berkualitas, jurnal, dan semisalnya. Sehingga memberi peluang kepada penulis-penulis ataupun pengarang-pengarang untuk mengembangkan potensinya.

Kedua, selain adanya pengarang juga dibutuhkan adanya penerbit yang bersinergi dengan pengarang. Pengarang menghasilkan karya, sedangkan penerbit berfungs menerbitkan hasil karya pengarang. Namun tidak dapat dinafikan, sulitnya pengarag menembus ketatnya persaingan dalam menerbitkan karya, mengindikasikan bahwa hanya karya-karya bermutu dan berkualitas sajalah yang layak terbit. Sehingga, dibutuhkan suatu wahana untuk memuluskan hasil karya anak bangsa ini misalnya ditelorkannya kebijakan pemerintah menerbitkan karya tersebut walaupun hanya sekedar sebagai prototif buku-buku “drop-dropan” dari pemerintah dengan catatan karya tersebut sesuai dengan budaya, corak, dan kebutuhan sekolah penerima.

Ketiga, distributor ini merupakan kepanjangan tangan dari penerbit dan pengarang untuk mendistribusikan hasil terbitan penerbit yang bersangkutan. Dan keempat, adalah konsumen yang menjadi objek dalam pengembangan dan perkembangan industri perbukuan. Konsumen membeli buku-buku yang mereka perlukan. Jika anak sudah dibiasakan membaca di usia dini, maka sudah barang tentu ide besar Wardiman Djojonegoro akan menjadi sebuah kenyataan.

Salam,
Sismanto
http://mkpd.wordpress.com