29 April 2005 lalu, adikku Siril Wafa Maulana yang paling kecil lahir di dunia dengan operasi cesar. Dialah satu-satunya anak di keluarga saya yang lahir di rumah sakit (cesar). Pemberian nama yang diberikan kepada “siril Wafa” adalah kakaknya (saya). Pemilihan nama tersebut saya ambil, karena saya ingat bahwa Ali Mahmudi (adik saya) adalah anak terakhir dalam keluarga kami, dan Bapak Ibu pun mengiyakan. Namun, Allah memberikan takdir lain pada keluarga kami, sehingga lahirlah Wafa dalam keluarga kami. Arti dari nama siril wafa kalau tidak salah adalah “Rahasia Ilahi”. Mengapa saya memilih nama tersebut? Selain Mahmudi (kakaknya Wafa) yang awalnya dianggap sebagai anak terakhir dalam keluarga kami dan proses kelahirannya berbeda dengan kakak-kakaknya. Misalnya, saya dan Mattono (adik kedua) lahir normal dan Mahmudi lahir normal dengan sungsang. Proses operasi Wafa tidak saya ketahui secara pasti karena saya datang terlambat beberapa hari berikutnya setelah kelahirannya, yakni sekitar pukul 13.00 WIB di rumah sakit Panti Rukmi Pati saya memasuki sebuah ruangan yang telah dihuni ibu saya. Di sana tidak saya dapati adik kecilku, dia masih masuk ruangan khusus yang tidak saya ketahui apa nama pastinya. Yang saya dapati di ruangan itu hanya Ibu dan Bapak. Anehnya, saya tidak mendapati wajah Bapak yang biasanya tersenyum melihatku datang setelah beberapa bulan tidak pulang ke rumah. Bapak menyandar di pojok ruangan seperti memikirkan sesuatu. Lantas saya menghampiri dengan agak hati-hati. “Pasti ini ada sesuatu yang salah?” pikirku. Saya memberanikan diri untuk menghampiri Bapak dengan hati-hati, maklum saja hubungan saya dengan bapak meski tidak ada masalah. Namun kami berdua jarang berkomunikasi, barangkali disebabkan oleh saya yang memang pemalu di keluarga saya atau bapak yang memang jarang berkomunikasi dengan orang lain. Atau memang naluri kepala keluarga yang bijak, jarang memberikan statement, berbicara jika perlu saja. Disampingnya saya duduk di teras depan kamar, tempat ibu opname. Belum sampai saya mengajukan pertanyaan sebab kegelisahan saya, bapak membuka percakapan dengan memberikan tanda kepada saya “Sis, jangan bilan ke ibumu ya. Dia masih sakit, saya khawatir kalau dia mendengar masalah ini nanti malah menjadi. Tadi pagi, ketika saya selesai membeli sarapan pagi saya tidak lantas balik ke kamar tapi malah duduk-duduk di masjid”. “Terus, ada apa pak?” saya menyela penjelasan bapak, saya sudah tidak sabar ingin mendengar penjelasan bapak lebih lanjut. “ada seseorang yang menghampiri bapak, dan bapak diminta mengambil uang. Parahnya, saya mengambil uang itu dan kembali lagi ke masjid memberikan uang kepada orang yang tidak bapak kenal. Saya dan dia hanya kali itu bertemu, tapi sepertinya bapak memnuhi keinginannya. Bapak tidak sadar atas apa yang berlaku pada pagi tadi, yang bapak ingat setelah kejadian itu ketika bapak selesai sholat dhuhur. Persis setelah kamu datang”. Bapak melanjutkan ceritanya. Adikku yang paling kecil ini memang unik, dari proses kelahirannya yang memang unik dan ada kejadian unik pula, semakin memberi keyakinan kepada saya bahwa tepat bila nama “Siril Wafa Maulana” dia sandang.