Ada Cinta pada XL

Banyumili Travel
Minggu, 24 Maret 2024


Saat usia sekolah dasar (SD) dahulu di kampung halaman belum ada orang yang membawa handphone (HP), apalagi anak-anak seusia saya, usia tujuh tahunan. Selain harga HP yang tidak terjangkau pulsanya juga relatif mahal, hanya orang-orang tertentu saja yang mampu membelinya. Namun sekarang, di era informarsi digital hampir semua orang dewasa, remaja, maupun anak usia sekolah bahkan anak usia Taman Kanak-Kanak (TK) pun membawa HP.

Memang jaman yang berbeda dan anggapan HP sebagai kebutuhan yang membuat demikian. Jika jaman kita dahulu orang tua mengkhawatirkan penggunaan telepon, sekarang anak-anak usia SD dan usia play group sudah membawa telepon seluler (HP) orang tua tidak boleh menyalahkan jaman yang demikian, yang terpenting bisa memberikan pondasi karakter anak dan anak sudah bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah, tinggal orang tua yang mengawasi dan mengarahkan saja keinginan anak.

Bagi orang tua yang terpenting tidak membiarkan anak menelpon dan mengawasinya di rumah. Sebagian orang tua tidak memberikan perhatian terhadap telepon dan tidak pula mengawasinya. Bahkan, ia memberikan kepada setiap anaknya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, telepon khusus di kamarnya. Orang tua tidak menyadari bahwa jika penggunaannya salah, telepon akan menjadi faktor perusak dan pemusnah, karena betapa banyak telepon itu menyebabkan timbulnya berbagai bencana dan kejahatan. Betapa banyak telepon itu menyebabkan kehormatan ternodai betapa banyak hanya karena telepon rumah tangga itu hancur berantakan.

HP dengan fitur-fitur yang serba canggih, kalau dulu telepon rumah hanya bisa menelpon saja – di HP anak tidak hanya bisa menelpon tapi bisa mengirim SMS. Lebih dari itu, di HP juga ada fitur kamera yang setiap anak bisa melakukannya – bila penggunaannya tidak sesuai bisa-bisa anak memotet hal-hal yang tidak diinginkan. Yang paling parah lagi, di HP ada fitur video yang bisa merekan setiap adegan yang dilihatnya – bisa-bisa jika kita tidak mengawasinya anak-anak usia sekolah merekam hal-hal yang lagi-lagi tidak diinginkan.

Tidak salah memang jika orang tua memberikan anak HP, namun yang perlu dicatat adalah penggunaannya, terlebih lagi jika HP tersebut terhubung GPRS sehingga dapat mengakses internet. Yang terakhir mengabaikan apa yang dibaca anak-anak dari hasil browsing internet di HP, karena tidak diragukan lagi bahwa bacaan seseorang, sangat mewarnai akal pikiran dan persepsinya, bahkan dapat memberikan dampak negatif atau positif bagi pembacanya. Kita lihat, ada sebagian orang tua yang tidak peduli terhadap bacaan anaknya, bahkan ia tidak pernah menanyakan tentang bacaan anak-anaknya, ia pun tidak pernah mengarahkan mereka untuk membaca yang bermanfaat dan memperingatkan mereka agar menjauhi bacaan yang berbahaya.

Bagi saya membawa HP sama halnya seorang profesor yang membawa buku kemana-mana untuk sekedar bacaan atau menambah wawasan keprofesionalannya. Sama halnya petani yang hendak pergi ke sawah dengan membawa cangkul dan sabit, di mana tangan sebelah kirinya memegang cangkul – sementara tangan sebelah kanannya menggenggam telepon seluler yang ditempelkan pada telinganya. Bagi saya handphone bukanlah barang mahal lagi. Disamping harga ponsel yang sangat terjangkau, operator selluler pun lagi gencar-gencarnya perang tarif. Jadi, tidak ada salahnya kalau para petani, peternak atau bahkan tukang sapu di jalanan, rame-rame pake handphone. Karena kalau dihitung-itung, tarif operator selluler juga lebih ekonomis. Saya pun membawanya kemana-mana agar saya tidak ketinggalan informasi, baik melalui pesan singkat (SMS) ataupun melalui telephon langsung.

Semenjak di bangku kuliah saya menggunakan nomor XL, demkian pula orang tua dan adik-adik saya, semuanya menggunakan XL di saat sahabat-sahabat saya di bangku kuliah menggunakan nomor GSM yang lain. Bagi saya, cukup dengan menggunakan Xl meski beberapa sahabat, tetangga, kolega saya berganti-ganti kartu GSM untuk mengejar kemurahan sesaat yang ditawarkan oleh kartu GSM lain.

Awalnya saya sempat tergoda juga dengan tawaran-tawaran dari GSM lain yang diklankan di koran-koran, majalah-majalah, maupun di media televisi. Namun, keinginan saya pasung untuk tetap konsisten menggunaan Xl prabayar. Bagi saya, bila mengganti kartu selluler GSM lain berarti ada sesuatu yang saya khawatirkan yakni beberapa koneksi maupun kolega saya hilang, karena mereka hanya mengetahui nomor XL saya yang ini tidak dapat menghubungi saya. Saya akan kehilangan sahabat-sahabat terdekat maupun kolega saya yang jauh sehingga silaturrahim yang saya jaga selama ini bisa tetap terjaga.

Saya merasakan tarif murahnya karena seringnya berkomunikasi menggunakan layanan komunikasi telepon ke luar kota menghubungi keluarga maupun teman-teman saya yang ada di luar kota – apalagi yang ada di dalam kota sendiri. Selama menjadi pelanggan XL empat tahun terakhir ini saya tidak perlu berpikir panjang setiap kali akan menelepon keluarga. Tinggal pencet nomor tujuan, saya akan bicara sepuasnya, tidak perlu berpikir berapa biaya yang akan saya keluarkan untuk menghubungi keluarga.

Sekarang ini pun ketika saya berada jauh dari keluarga yang ada di Pati -Jawa Tengah, sementara saya bekerja sebagai guru di sekolah pertambangan batu bara di Sangata Kalimantan Timur. Mengingat saya sekarang tinggal di Kalimantan, maka saya menggunakan Xl dengan tarif “Nelpon Sampai Puas”. Dengan menggunakan layanan ini saya dapat menikmati tarif Rp. 0 alias gratis pada pukul 00.00-06.00 WITA. Sedangkan pada pukul 06.00-18.00 WITA saya hanya perlu membayar RP. 600 untuk 1 menit pertama dan Rp. 0 untuk pembicaraan selanjutnya. Sementara pada pukul 18.00-12.00 WITA saya hanya membayar Rp. 1.800 untuk 1 menit pertama dan selanjutnya gratis. Sungguh-sungguh cinta yang diberikan oleh XL kepada saya di saat saya harus berada jauh dari keluarga.

Dulu untuk menelpon saja saya khawatir tarifnya akan mahal sehingga jarang menelpon. Sekarang, sedikit saja rindu sama keluarga tinggal pencet telepon dan saya puas bicara panjang lebar dengan keluarga. Hal ini semakin mengukuhkan keyakinan saya bahwa Xl memang terbukti murah untuk menelpon.

Sementara kalau ingin SMS saya juga tidak perlu khawatir dengan tarif yang murah dan kompetitif dengan GSM lain. Dengan menggunakan XL prabayar, saya dapat menikmati SMS murah dengan tari Rp. 150 per SMS dan gratis 250 SMS ke semua operator untuk setiap pengiriman delapan SMS ke semua operator di jam 00.00 – 12.00 waktu setempat. Saya juga akan mendapat gratis 250 SMS ke semua operator untuk setiap pengiriman delapan SMS ke semua operator di jam 12.00 – 00.00 waktu setempat.

Mudah-mudahan ini adalah salah satu wujud komitmen XL dalam menyediakan layanan komunikasi sesuai dengan kebutuhan dan pola penggunaan pelanggan sekaligus menunjukkan konsistensi XL dalam menghadirkan program-program marketing dan promosi yang mampu memberikan manfaat kepada pelanggan. Kebanggaan saya pada nomor Xl selalu saya utarakan kepada sahabat-sahabat terdekat saya bahkan ketika saya menjadi guru dan mengajar materi kepada anak didik saya. Di sela-sela pembelajaran saya menyuarakan iklan yang saya tonton di televisi yang menurut perkiraan hanya saya yang menontonnya di kota terpencil Sangata kalimantan timur ini, ternyata tidak. Anak-anak juga menonton iklan tersebut di TV.

Jadi, iklan tersebut bisa saya gunakan sebagai “ice breaker” di saat anak-anak lelah menerima materi pelajaran dari bapak ibu gurunya, apalagi pelajaran saya selalu berada di jam-jam terakhir. Jika tidak menggunakan selingan-selingan metode pembelajaran dengan menggunakan ice breaker anak-anak akan menjadi jenuh dengan pelajaran saya. Manakala saya ceritakan dengan suara datar dan menggunakan hati saat anak-anak tidak terkonsentasi dengan pelajaran gaduh di kelas.

“Ada yang murah tapi nggak nyambung-nyambung, ada yang murah tapi dibatasi” cerita saya menirukan iklan XL di televisi.

“XL . . . .” suara saya dengan nada tinggi dan agak mengagetkan anak-anak. Kontan saja anak-anak di kelas menjawab dengan serentak “Nyambung teruuussss……”

Benar-benar cinta yang diberikan XL kepada saya, orang tua, sahabat-sahabat, dan anak didik saya. Kepada orang tua dan sahabat, saya tidak perlu berpikir lagi jika mau menghubungi mereka dengan menelpon maupun SMS dengan biaya paling murah dan irit. Kepada anak didik saya, dengan terobosan-terobosan inovasinya beriklan yang bisa saya gunakan untuk metode “ice breaker” di kelas. Anak didik yang kurang bersemangat di setiap pembelajaran pada jam-jam terakhir itu sirna seketika dengan “ice breaker” Xl yang saya berikan. Saya lega dan kembali bersemangat, meski penat dan lelah memberikan pembelajaran kepada anak didik saya di Kota Sangata dengan tambang batubara terbesar yang sarat pesona dan dinamika.

Semoga saja, kelak jika saya diberi umur panjang dan tetap diberi kesempatan menjadi guru bagi anak didik saya, keluarga, dan minimal guru bagi diri saya sendiri, saya menjadi guru yang terus mempertahankan keteladanan, guru yang selalu menyiapkan waktu dua puluh empat jam untuk melayani anak didik di tengah kesibukan bersama keluarga. Dan tentunya dengan cinta Xl yang selalu saya aktifkan sepanjang masa, terima kasih ibu, bapak, sahabat-sahabat yang tetap menjalin silaturahim dengan saya, dan terima kasih saya ucapkan pada XL yang selalu menemani saya selama 24 jam penuh selama menjadi guru di Sangata Kalimantan Timur.