SKS, Tingkatkan Mutu Pendidikan

Banyumili Travel
Minggu, 24 Maret 2024


Sejak tanggal 13 April 2010, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sudah mengeluarkan panduan penyelenggaraan sistem SKS untuk tingkat SMP/SMA sederajat. Untuk SMP/SMA kategori standar, sistem SKS merupakan pilihan, sedangkan SMA/MTs mandiri dan standar internasional wajib menjalankan sistem SKS.
Hal ini diilhami oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 11 Ayat (1), (2) dan (3) mengatur bahwa: ”Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks)”. Ayat (2) ”Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester”; Ayat (3) ”Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester”.

Sementara menurut catatan Bpost (27/9), kebijakan pemberlakuan sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk SMP dan SMA pada tahun ajaran 2010/2011 di Kalsel ternyata banyak menemui hambatan. Dari sejumlah sekolah kategori Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang sudah memenuhi delapan standar yaitu standar isi, proses, kompetensi kelulusan, pendidikan dan tenaga pendidik, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian. hanyalah SMAN 1 Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar yang telah melaksanakannya.

Startegi Penerapan SKS?
Sistem Kredit Semester merupakan sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Kredit Semester dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri tidak terstruktur.

Sistem pembelajaran yang biasa dipakai di perguruan tinggi ini diharapkan mampu menjawab masalah mutu pendidikan. Bila di perguruan tinggi, seorang mahasiswa dinyatakan lulus apabila telah menempuh sejumlah mata kuliah yang dihitung per-SKS. Keadaan yang terjadi pada mahasiswa akan dialami juga siswa sekolah menengah. Adapun komposisi beban belajar yang ditentukan BSNP meliputi; Mata pelajaran 80%, Muatan Lokal 10%, dan pengembangan diri 10%.

Adapun panduan yang dikeluarkan BSNP meliputi persyaratan penyelenggaraan, komponen beban belajar, cara menetapkan beban belajar, beban belajar minimal dan maksimal, serta komposisi beban belajar. Diatur juga soal kriteria pengambilan beban belajar, penilaian, penentuan indeks prestasi, dan kelulusan. Dengan sistem ini siswa bisa menempuh pendidikan SMP dan SMA sederajat dalam waktu kurang dari 3 tahun.

Cara belajar SKS memungkinkan siswa menyelesaikan studi lebih cepat, yakni 4-5 semester dari yang idealnya 6 semester. Sebab, syarat kelulusan ditentukan dari jumlah SKS yang telah ditempuh siswa, sama seperti yang berlaku di bangku kuliah dengan sistem penilaian indeks prestasi. Bila menerapkan ini kurang lebih 120 SKS untuk lulus. Tiap semesternya 20 SKS. Siswa bisa mengambil kredit lebih cepat, sehingga bisa lulus lebih cepat pula, bagi siswa yang nilainya tidak lulus juga bisa memperbaiki nilai yang belum memenuhi standar pada semester pendek semasa liburan sekolah. Adapun beban belajar yang harus ditempuh siswa SMP/MTs yaitu minimal 102 SKS dan maksimal 114 SKS selama enam semester. Untuk siswa SMA, beban belajar minimal 114 SKS dan maksimal 126 SKS pada program IPA, IPS, Bahasa, dan Keagamaan.

Syarat kelulusan ditentukan dari jumlah SKS yang telah ditempuh siswa, sama seperti yang berlaku di bangku kuliah dengan sistem penilaian indeks prestasi. Bila menerapkan ini kurang lebih 120 SKS untuk lulus. Tiap semesternya 20 SKS. Siswa bisa mengambil kredit lebih cepat, sehingga bisa lulus lebih cepat pula.

Meski banyak kendala yang kita hadapi dengan memberlakukan diantaranya sekolah yang hendak menerapkan sistem SKS mesti menyiapkan infrastruktur, minimal menyiapkan ruang kelas yang cukup untuk terjadinya perpindahan kelas (moving class). Meskipun, sekolah-sekolah tidak diharuskan mengikuti program sistem satuan kredit semester (SKS). SKS hanya akan diterapkan bagi sekolah-sekolah yang sudah siap, baik dari sisi fasilitas maupun sumber daya manusianya. Hal ini menegaskan bahwa penerapan SKS merupakan kewajiban sekolah yang berstandar internasional, dan minimal Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Namun dengan dikeluarkannya Pedoman Penyelenggaraan SKS bagi SMP/MTs dan SMA/MA bisa menyamakan persepsi, pemikiran, dan upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Semoga (*)

Penulis adalah analis kebijakan pendidikan tinggal di sangatta, email: sirilwafa@gmail.com