Ziarah Wali Songo 5D 4N
Walisanga dianggap sebagai tokoh sejarah kharismatik yang membumikan Islam di tanah yang sebelumnya berkembang bersama tradisi Hindu-Budha. Tradisi paling terkenal tentang persoalan sejarah Jawa dan perkembangan Islam adalah Babad Tanah Jawi. Babad tersebut menguraikan peranan penting para wali di bawah konsolidasi Kerajaan Demak dalam meratakan ajaran Islam di berbagai daerah.
Penyebaran Islam di tanah Jawa ini dipelopori oleh para wali, merekalah yang memimpin pengembangan agama Islam di seluruh Jawa, kemudian ke kepulauan lain di Indonesia. Para wali itu menjadi pemimpin di pusat-pusat pendidikan itu. Sistem pendidikan yang dikembangkan para wali itu lama-lama mengungguli sistem pendidikan istana. Apalagi para wali itu banyak yang berpengaruh karena keramat dan punya banyak kesaktian.
Pada zaman itu, orang Jawa sangat mengagungkan kesaktian sebagai kekuatan untuk beladiri. Wali yang memiliki kesaktian lebih, akan memiliki pengikut yang lebih banyak. Kata wali berasal dari bahasa Arab itu artinya dekat atau kerabat, atau teman. Dalam Al Qur‟an istilah ini disebutkan yang artinya: “Ingatlah! Sesungguhnya wali Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak berduka cita. Mereka yang beriman dan menjaga diri”. “Allah itu pelindung orang-orang yang beriman, mereka dikeluarkannya dari kegelapan kepada cahaya yang terang”. (QS. Al Baqarah: 256-257).
Kata “wali” menurut istilah, ialah sebutan bagi orang-orang Islam yang dianggap keramat, mereka adalah penyebar agama Islam. Mereka dianggap manusia suci kekasih Allah, orang-orang yang sangat dekat dengan Allah, yang dikaruniai tenaga ghaib, mempunyai kekuatan-kekuatan batin yang sangat berlebih, mempunyai ilmu yang sangat tinggi, sakti mandraguna. Sedangkan kata SANGA adalah perubahan dari kata sana yang berasal dari kata Arab “tsana” berarti sama dengan mahmud yang terpuji. Jadi Wali Sana artinya wali-wali terpuji. Hanya saja sana bukan dengan terpuji tetapi tempat.
Pendapat yang umum mengartikan kata sanga itu memang benar-benar bilangan 9, yakni bahwa wali yang terkenal benar-benar bilangan 9. Tentang bilangan sembilan ini Tjan Toe Siem berpendapat bahwa bilangan 9 itu memang merupakan simbol bagi orang Jawa yang berasal dari pengertian 8 penjuru angin ditambah dengan pusat. Menguatnya pengaruh para wali membuat kekuatan tandingan yang mengimbangi wibawa istana.
Apalagi pada waktu itu, kekuatan istana Majapahit semakin surut karena perang saudara yang tiada henti-hentinya. Pada runtuhnya kerajaan Hindu Majapahit membuat poros priyayi Jawa kehilangan pepundhen dan sumber kehidupan mereka. Para cendekiawan istana waktu itu tanpa malu dan ragu berbalik mendekati poros kekuatan baru dan berguru kepada para wali Islam. Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan seorang putra Adipati Tuban yang bernama Raden Sahid keluar dari lingkungan istana yang bercorak Hindu dan berguru kepada Sunan Bonang.
Raden Sahid kemudian menjadi salah seorang Walisanga dan dikenal dengan nama Sunan Kalijaga. Nama beliau ini mungkin sekali asalnya dari perkataan Bahasa Arab qadhi-zaka. Qadhi berarti penghulu, hakim dalam agama, sedangkan zaka berarti suci. Demikian pula Mas Karebet atau Jaka Tingkir dari Pengging berguru kepada Sunan Kudus dan akhirnya menjadi menantu Sultan Trenggana di Demak. Adapun yang mula-mula menciptakan dan menggunakan istilah Walisanga ini ialah Sunan Giri II. Ia mempergunakan dalam judul kitab karangannya dengan nama Sunan Giri II.
Jadi menurut Serat Wali Sana tersebut jumlah wali itu banyak sekali. Sedangkan yang terkenal hanya delapan orang saja, dan Syeh Siti Jenar tidak termasuk. Sedang yang lain disebut Wali Nukiba yang jumlahnya ribuan, terdapst di mana-mana. Arti nukiba ini mungkin perubahan ucapan kata Arab nawbah, masdar bagi fi’il madhi naabun, dan merupakan sinonim (muradif) bagi kata aqbah atau badal, yang artinya wakil, atau belakangan, atau pengganti.
Dalam pengertian konotatif bahwa seseorang yang mampu mengendalikan babahan hawa sanga (9 lubang pada diri manusia), maka dia akan memperoleh predikat kewalian yang mulia dan selamat dunia akhirat.
Hari 1 Surabaya B – L – D
Rombongan dijemput pagi hari dari Surabaya dan diantar Tour Pada kesempatan pertama mengunjungi Makam Sunan Ampel dan Masjid Ampel di Surabaya sekaligus melihat keindahan Masjid Cheng Ho. Dilanjutkan ke Ziarah ke makam Sunan Giri serta Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik,. Setelah selesai berziarah dilanjutkan dengan menuju ke Sunan Drajat di Lamongan, Sekaligus ke makam As-Syeikhj Assamar Kamndi (orang tua Sunan Ampel) yang terakhir melaksanakan peziarahan ke makam Sunan Bonang di Tuban. Malam hari menginap 1 di Tuban.
Hari 2 Kudus – Cirebon B – L – D
Setelah sarapan /c/o dan melaksanakan ziarah ke Makam Sunan Kudus, Dilanjutkan ke Sunan Muria di desa Colo Kudus. Dan setelah ziarah melanjutkan ke desa Kadilangu Demak untuk ziarah ke makam Sunan Kalijaga. Malam hari beristirahat 2 di Kudus.
Hari 3 Cirebon B – L – D
Pagi hari melanjutkan perjalanan menuju ke makam Sunan Gunung Jati di Cirebon dilanjtukan perjalanan langsung ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta menginap 3 di Jakarta.
Hari 4 Jakarta B – L – D
Setelah makan pagi Melaksanakan kunjungan ke Masjid Kubah Mas Depok dan Masjid Istiqlal. Siang hari dilanjutkan ke MONAS dan berikutnya belanja murah di Mangga dua atau ITC. malam hari menginap 4 di Jakarta.
Hari 5 Jakarta B – L
Pagi hari setelah makan pagi check out hotel dan diantar menuju ke Bandara International Sukarno Hatta, Sampai disini ziarah dan tour bersama Banyu Mili Tour berakhir, sampai jumpa pada kesempatan lain.