Kamis, 29 desember 2016, presiden mengumpulkan beberapa menterinya di istana negara. Presiden jokowi dan para menteri tersebut diagendakan melaksanakan rapat terbatas khusus membahas perkembangan media sosial di indonesia. Lebih khusus lagi tentang merebaknya berita palsu dan bohong yang biasa disebut hoax. Jika melihat perkembangan jagad internet belakangan ini, maka tak mengherankan jika presiden dan para menteri sampai-sampai mengkhususkan rapat untuk membahas hal tersebut. Belakangan Berita hoax bak jamur dimusim hujan. Saking banyaknya bahkan menutupi berita yang benar. Dan beberapa malah memicu kebencian dan situasi sosial yang tak kondusif. Tidak hanya presiden, rasa prihatin atas merebaknya hoax tersebut juga disampaikan berbagai kalangan. Salah satunya Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar. Bahkan menurut mantan wakil menteri agama tersebut, berita hoax tidak bisa dianggap enteng karena dapat menghancurkan suatu negara. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa hoax atau berita palsu dan bohong bisa dikategorikan sebagai fitnah. Padahal seperti kita tahu bersama, islam sangat melarang fitnah. Bahkan islam memandang dosa memfitnah lebih besar daripada dosa membunuh. Lalu, kenapa berita hoax bisa sangat masif penyebarannya?. Salah satu yang patut diduga menjadi penyebabnya adalah : kurangnya kemapuan masyarakat mengidentifikasi berita yang baik dan benar dengan yang palsu dan bohong. Kebanyakan masyarakat terpancing untuk percaya sebuah berita hanya karena hal-hal yang sebenarnya bukan syarat atau tanda-tanda kebenaran sebuah berita. Hanya karena sebuah berita sejalan dengan pendapatnya misalnya, Atau karena berita tersebut di sebarkan orang banyak, Atau karena diberi tambahan-tambahan konten agama. Lalu bagaimana sebenarnya sebuah berita bisa dikatakan benar atau minimal baik?. Dalam dunia jurnalistik, ada syarat dan ketentuan sebuah berita bisa dikategorikan sebagai berita yang layak atau baik dan benar. Syarat-syarat itu diantaranya : Menyampaikan fakta Esensi sebuah berita adalah menyampaikan suatu kejadian atau fakta. Jadi sebuah berita wajib hanya berisi fakta- fakta yang benar-benar terjadi. Bukan karangan, fantasi atau pendapat penulis. Fakta-fakta yang disampaikan dalam sebuah berita sebaiknya di cek kebenarannya di tempat kejadian atau sumbernya langsung. Bila dianggap susah, minimal kita cek kebenarannya dengan membandingkan berita serupa dari sumber lain yang kredibel. Sebuah berita bila mengandung selain fakta, maka sangat layak untuk diabaikan karena terindikasi sebagai hoax. Obyektif Pewarta atau pembuat berita harus berada dalam posisi yang netral. Sehingga isi tulisannya harus obyektif. Tidak memihak salah satu kubu atau kepentingan tertentu. Ke-obyektif-an berita bisa dideteksi dari konten berita itu sendiri. Sebuah berita yang baik memeberi ruang yang relatif seimbang bagi kedua pihak yang diberitakan. Dalam istilah jurnalisitk disebut cover both story. Isi berita yang baik juga tidak tendensius menyerang satu pihak atau personal tertentu. Dan isinya alamiah tidak dibumbui hal-hal yang dilebih-lebihkan. Akurat Berita yang patut dipercaya adalah berita yang akurat. Artinya, hal-hal yang disapaikan tepat, benar dan tanpa kesalahan. Isinya harus bisa dikonfirmasi kebenarannya. Akurasi berita bukan hanya pada detailnya, akan tetapi juga kesan umum yang di sampaikannya. Itulah beberapa syarat dasar berita bisa dikategorikan baik dan benar. Bila sebuah berita tidak memenuhi hal-hal diatas, maka sangat dianjurkan untuk tidak di percayai apalagi di bagi kepada pihak lain. Atau Bila kita belum bisa menilai kebenaran sebuah berita, maka lebih baik untuk membiarkan berita tersebut. Karena lebih baik diam daripada berbuat salah. Dan perlu kita ketahui bersama, bahwa menyebarkan berita hoax adalah perbuatan melanggar hukum. Kapolri Jenderal Pol tito karnavian menegaskan hal itu dalam sebuah kesempatan di mabes polri rabu (4/1/2017) lalu. “Menyebarkan berita bohong itu ada UU ITE. Baik mengupload, termasuk men-share berita bohong, sebetulnya itu bisa dikenakan pidana,” ujarnya. Maka kita harus ekstra hati-hati dalam menyikapi berita dan informasi yang ada.